Jumat, 17 Februari 2017

MINAT MEMBACA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TK ISLAM AL KAHFI BABAKAN KABUPATEN CIREBON DIDUGA DAPAT DITINGKATKAN MELALUI KEGIATAN BERMAIN KARTU BERGAMBAR(flashcard)



MINAT MEMBACA ANAK USIA 4-5 TAHUN DI TK ISLAM AL KAHFI BABAKAN KABUPATEN CIREBON DIDUGA DAPAT DITINGKATKAN MELALUI KEGIATAN BERMAIN KARTU BERGAMBAR(flashcard)

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Bahasa memungkinkan manusia untuk saling berhubungan atau berkomunikasi. Saling berbagi pengalaman, saling belajar dari yang lain serta meningkatkan kemampuan intelektual, dengan berbahasa juga dapat terlihat karakter, kepribadian dan tingkat intelektualnya seseorang. Maka begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan sehari-hari sebagai sarana untuk berkomunikasi. Berbahasa dapat dilakukan dengan lisan dan tulisan, atau melalui pendengaran maupun penglihatan. Pengembangan bahasa meliputi kemampuan berbicara, kemampuan menulis, kemampuan membaca dan kemampuan menyimak. Dari keempat kemampuan tersebut, kemampuan membaca merupakan keterampilan dasar yang sangat penting yang harus dikuasai anak usia dini.

Usia 4-6 tahun merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak, karena pada usia ini masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan oleh lingkungan dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. Salah satu kebutuhan anak yang perlu dikembangkan adalah pengembangan kemampuan membaca.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Moore menyimpulkan bahwa pada kenyataannya anak-anak dapat belajar membaca sebelum usia 6 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada sekitar 2% anak yang sudah belajar dan mampu membaca pada usia 3 tahun, 6% pada usia 4 tahun, dan sekitar 20% pada usia 5 tahun. Bahkan terbukti pengalaman belajar di taman kanak-kanak dengan kemampuan membaca yang memadai akan sangat menunjang kemampuan belajar pada tahun-tahun berikutnya. Moore menyakini bahwa kehidupan tahun-tahun awal merupakan tahun-tahun yang paling kreatif dan produktif bagi anak-anak. Oleh karena itu sesuai dengan kemampuan, tingkat perkembangan, dan kepekaan belajar anak. Anak dapat diajarkan membaca pada usia dini, yang penting adalah strategi pengalaman belajar dan ketepatan mengemas pembelajaran yang menarik, menyenangkan, penuh dengan permainan dan keceriaan dengan tanpa membebani dan merampas dunia anak-anaknya.[1]
Anak-anak yang memiliki kemampuan membaca yang baik pada umumnya memiliki kemampuan yang baik pula dalam mengungkapkan pikiran, perasaan, serta tindakan interaktif dengan lingkungan. Lingkungan pertama yang paling berpengaruh pada kemampuan membaca anak adalah lingkungan keluarga. Dalam keluarga orang tua berperan besar sebagai model perilaku dalam kegiatan membaca anak, sehingga sejak kecil anak sudah memiliki minat untuk belajar membaca karena anak sangat memerlukan keteladanan  dari orang tua dalam kegiatan membaca. Keteladanan itu harus ditunjukkan kepada anak oleh orang tua dengan menunjukkan perilaku membaca sesering mungkin, hal ini membuat anak gemar membaca dan dapat menumbuhkan minat anak untuk membaca.
Menumbuhkan minat membaca pada anak tidaklah mudah, banyak faktor yang sangat berpengaruh. Selain faktor lingkungan keluarga, faktor motivasi menjadi pendorong semangat anak untuk membaca. Motivasi merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kemampuan mambaca anak. Dalam hal ini ada motivasi intrinsik, yang bersumber dari dalam diri anak itu sendiri, dan faktor ekstrinsik, yang bersumber dari luar anak. Apabila anak memiliki motivasi tinggi atau kuat, tanpa didorong atau disuruh membaca, anak memiliki minat  untuk belajar membaca, sedangkan yang tidak bermotivasi atau motivasinya rendah tentunya minat anak untuk belajar membacanyapun rendah.
Agar anak siap membaca, terlebih dulu harus tumbuh minat baca pada anak. Tanpa adanya minat yang tinggi terhadap berbagai bahan bacaan, minat membaca pada anak juga akan terhambat. Minat membaca ini semestinya dapat dirangsang sejak dini, sejak anak usia TK, bahkan sejak bayi. Ternyata upaya menumbuhkan minat baca pada anak TK tidaklah mudah. Hal ini terjadi juga di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti  selama ini pada siswa Taman Kanak-kanak kelompok A di Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon, ditemukan bahwa masih kurangnya minat membaca pada anak.  Hal ini terungkap dari hasil Pengamatan yang dilakukan pada semester satu tahun pelajaran 2016-2017 terhadap siswa dan guru di sekolah tersebut dengan ditemukannya permasalahan  kurang optimal pada rendahnya minat membaca anak.[2] Rendahnya minat membaca pada anak dapat dilihat dari rendahnya perhatian anak terhadap pembelajaran, keinginan anak untuk membaca buku cerita juga rendah.Pada saat guru mengenalkan kegiatan membaca permulaan, anak kurang memperhatikan penjelasan guru, masih ada beberapa anak yang sibuk dengan dirinya sendiri, selain itu ada juga anak yang asik mengobrol dengan temannya. Anak terlihat kurang bersemangat, nampak anak kurang tertarik pada kegiatan membaca.
 Selain perhatian yang rendah, keinginan anak untuk aktif dalam kegiatan membaca juga rendah. Ada beberapa anak yang masih sulit untuk mengenal huruf atau mengenal simbol-simbol, menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama atau suku kata akhir yang sama, menyebutkan kata-kata yang dikenal, dan mengulang kalimat sederhana. Hal tersebut dikarenakan kurangnya media dan sumber belajar yang digunakan dalam pengenalan huruf dan kata, dalam pembelajaran membaca dan mengenalkan huruf, media yang digunakan oleh guru, kurang menarik, guru hanya menuliskan huruf a-z dipapan tulis dengan spidol, sehingga kurang menarik perhatian anak.
Mengingat pentingnya minat membaca khususnya bagi anak usia 4-5 tahun di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon, maka perlu adanya pembinaan secara serius dalam sebuah kegiatan yang menciptakan pembelajaran membaca yang menyenangkan. Pendekatan pembelajaran yang memungkinkan anak untuk pembelajaran membaca adalah melalui bermain. Hal ini sesuai dengan prinsip pendekatan pembelajaran pendidikan anak usia dini yaitu belajar sambil bermain. Melalui bermain anak dapat membangun pengertian yang berkaitan dengan pengalamannya terutama pada saat guru mengajarkan membaca dengan media dan sumber belajar yang menarik.
Adapun media dan sumber belajar yang dapat dipahami oleh anak adalah melalui kegiatan bermain flashcard atau kartu bergambar. Kartu bergambar  adalah salah satu media yang dapat melatih daya pikir anak. Kartu bergambar dapat dipergunakan untuk mengenalkan konsep membaca permulaan pada anak usia 4-5 tahun yang merupakan masa praoperasional konkret. Sehingga dengan menggunakan kartu bergambar, pengenalan konsep membaca dapat disajikan dalam bentuk konkret. Dengan demikian diharapkan dengan menggunakan flashcard atau kartu bergambar dapat membantu meningkatkan minat membaca anak.
Tujuan dari kegiatan bermain kartu kata diantaranya, Kartu bergambar dapat dipergunakan untuk mengembangkan kemampuan membaca anak. Kartu ini dapat mendorong minat anak untuk membaca dengan metode suku kata serta metode membaca kata dan gambar. Kartu bergambar sangat baik digunakan untuk membantu belajar mengenal suku kata, membentuk kata, serta menambah kosa kata anak, karena pengenalan membaca yang efektif adalah dengan mengenalkan seluruh bunyi suku kata dasar yang menjadi pembentuk kata dalam bahasa Indonesia, tahap selanjutnya adalah memperkenalkan kata untuk dirangkai menjadi kalimaat.
Mengingat begitu pentingnya peranan kegiatan bermain kartu kata, guru hendaknya memberikan stimulasi yang tepat. Menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif serta metode pengajaran yang bervariasi. Tujuannya agar anak mampu bereksplorasi, berimajinasi, menciptakan hal yang baru dan mengembangkan seluruh potensi kemampuan yang ada di dalam diri anak. Peneliti berharap dengan permainan kartu kata ini dapat meningkatkan minat membaca anak karena pada permainan kartu kata ini bukan hanya gambar, garis dan warna yang ditampilkan, melainkan huruf, kata serta melatih ingatan anak dan mengembangkan otak kiri dan otak kanan anak sesuai dengan tahapan perkembangannya, sehingga permainan ini dapat merangsang anak untuk memiliki minat pada bacaan baik bacaan dalam buku cerita ataupun display yang berisi kata-kata atau kalimat. Metode ini juga baik digunakan untuk dapat memberikan suasana yang menyenangkan dan keterlibatan aktif anak  dalam permainan kartu bergambar.
Berdasarkan paparan yang tersebut di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tindakan tentang penerapan kegiatan bermain kartu bergambar dalam mengatasi permasalahan rendahnya minat membaca anak. Melalui penelitian ini, peneliti bermaksud memberikan kontribusi positif dalam upaya meningkatkan minat membaca anak usia 4-5 tahun di Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebonmelalui kegiatan bermain kartu bergambar

B.       Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, maka perumusan masalah yang akan dicari pemecahannya melalui penelitian tindakan ini adalah : “Bagaimana meningkatkan minat membaca anak usia 4-5 tahun di Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon, melalui kegiatan bermain kartu bergambar?”.

C.      Kegunaan Hasil Penelitian
1. Secara Teoretis
Secara teoretis diharapkan hasil penelitian bermanfaat bagi pengembangan dan dapat menjadi salah satu sumbangsih untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan ilmiah dalam dunia pendidikan khususnya yang terkait dengan peningkatan minat membaca anak usia 4-5 tahun.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan secara praktis antara lain sebagai berikut :
a.    Siswa TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon
Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat meninmgkatkan minat membaca pada anak melalui bermain kartu bergambar atau dengan permainan lain.
b.    Guru TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon
Bagi guru, sebagai masukan dalam melaksanakan tugas pembelajaran dan dapat memberikan alternatif metode yang tepat untuk meningkatkan minat membaca anak.
c.    Mahasiswa Jurusan PAUD PASCASARJANA UNJ
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan referensi dalam menyusun karya ilmiah tentang upaya peningkatan minat membaca anak melalui kegiatan bermain kartu bergambar.
d.   Penelitian selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan pemecahan masalah, pembanding dalam penelitian minat membaca pada anak usia 4-5 tahun atau penelitian lain yang ada kaitannya dengan hasil penelitian ini.










BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1.        Hakikat Minat Membaca
a.        Pengertian Minat
Minat merupakan salah satu dimensi dari aspek afektif. Minat mempengaruhi pikiran dan tindakan seseorang. Minat dapat menjadi pendorong seseorang untuk bertindak. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock yang menyatakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang diinginkan bila diberikan kebebasan memilih. Bila seseorang melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, hal ini kemudian akan mendatangkan kepuasan.[3]
Berdasarkan pendapat Hurlock tersebut dapat dijelaskan bahwa minat merupakan sumber motivasi seseorang untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Tindakan tersebut merupakan tindakan yang memang diinginkan oleh seseorang setelah orang tersebut diberikan kebebasan untuk memilih. Apabila tindakan mencapai suatu hasil seperti yang diharapkan, maka akan mendatangkan kepuasan tersendiri.
Hal senada juga diungkapkan Hendra, menurut Hendra minat adalah keinginan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan, baik keinginan untuk memiliki atau melakukan sesuatu.[4] Dengan demikian minat sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar karena berfungsi sebagai motor penggerak dan pendorong seseorang untuk memiliki, memilih dan melakukan kegiatan atau objek yang disenanginya sesuai dengan kebutuhannya.
Menurut Sukardi minat merupakan sumber penggerak dalam segala tindakan manusia.[5] Dengan demikian minat dijadikan sebagai sumber penggerak dan pendorong seseorang  dalam mengidetifikasikan pilihannya terhadap orang, aktivitas, atau objek lainnya. Sardiman mengemukakan bahwa minat dapat dibangkitkan dengan cara: 1) membangkitkan adanya suatu kebutuhan, 2) menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau, 3) memberi kesempatan untuk  mendapatkan hasil yang lebih baik, 4) menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.[6]
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa cara membangkitkan minat seseorang dengan adanya suatu kebutuhan. Seseorang  memiliki kebutuhan akan berusaha memenuhi kebutuhannya sehingga minat seseorang akan bangkit untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Minat juga dapat dibangkitkan dengan menghubungkan  persoalan pengalaman yang lampau, seseorang akan bangkit minatnya ketika ia memiliki pengalaman sebelumnya. Selain itu minat dapat pula dibangkitkan dengan menggunakan berbagai macam bentuk mengajar, karena dengan bentuk mengajar yang bervariasi membuat anak tidak jenuh.
Djamarah menyatakan minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Dengan kata lain minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh.[7]  Dengan demikian dapat dijelaskan minat adalah kecenderungan seseorang untuk memperhatikan dan mengenang aktivitas. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas seseorang. Anak yang berminat pada suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya tarik baginya. Proses belajar akan berjalan lancar jika disertai minat.
Neelkamal mengutip beberapa definisi minat menurut para tokoh, yakni Mc Dougall, Strong, Crow and Crow: “Interest is the latent attention, indeterminate indicator of success, and interest may refer to the motivating forge that impels us to attend to a person, a thing or an activity or it may be the affective experience that has been stimulated by activity it self. In other words, interest can be the cause of an activityand the result of participation of that activity…”.[8]Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mengartikan secara bebas bahwa menurut Mc Dugall, Strong, Cow dan Cow  minat adalah perhatian yang tersembunyi, indikator kesuksesan yang tidak menentu, dan minat merujuk kepada motivasi yang mendorong kita untuk memberikan perhatian kepada seseorang.
Menurut Slameto siswa yang memiliki minat belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) mempunyai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan sesuatu yang dipelajari secara terus-menerus, 2) ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati, 3) memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang diminati, 4) ada rasa keterikatan pada sesuatu aktivitas-aktivitas yang diminati, 5) lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya, 6) dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.[9] Berdasarkan ciri-ciri minat belajar dapat dideskripsikan bahwa ciri-ciri minat belajar adalah: ketertarikan, kesenangan, keinginan, kepuasan, perhatian, serta semangat anak untuk belajar.
Atikah menyatakan, sebelum diajarkan membaca, anak diperke-nalkan pada huruf a-z agar dapat merangsang minat anak belajar membaca, huruf-huruf tersebut didampingi oleh gambar dengan menggunakan metode lima langkah lancar membaca yaitu: langkah 1: tiru bunyi, yakni anak mengucapkan suku kata yang diucapkan sipembimbing, langkah 2:coba tulis yakni anak dipandu menulis suku kata bergaris putus-putus, langkah 3: latih baca, yakni anak dibimbing mengucapkan suku kata yang difokuskan, langkah 4: tebak contoh, yakni anak mencari suku kata yang difokuskan, langkah 5: latih kata dan kalimat, yakni anak dibimbing membaca kata-kata yang disesuaikan dengan suku kata yang difokuskan.[10]
Dengan demikian  untuk merangsang minat anak belajar membaca ada lima langkah yang dapat diterapkan pada saat anak belajar membaca, langkah pertama adalah  tiru  bunyi, anak diminta untuk menirukan dan mengulang sebanyak dua kali sambil melihat bentuknya (contoh: ba dibaca 2x), kemudian bimbing anak untuk menulis huruf dengan cara menyambungkan suku kata bergaris putus-putus, lalu bimbing anak mengucapkan suku kata yang difokuskan, kemudian bimbing anak mencari suku kata yang difokuskan (contah: bata-bara-baka) terakhir, bimbing anak untuk membaca kata-kata yang sudah disesuaikan dengan suku kata yang difokuskan.
Berdasarkan uraian dari beberapa para ahli sebelumnya, dapat dideskripsikan bahwa minat merupakan sumber motivasi seseorang terhadap suatu kegiatan tertentu atas dasar perasaan senang, perhatian, ketertarikan, sehingga mendorong seseorang untuk berbuat atau melakukan sesuatu tindakan atau aktivitas sesuai dengan keinginannya atau sesuai dengan kebutuhannya dan diberikan kebebasan untuk memilih sesuai dengan keinginannya tanpa ada yang menyuruh. Apabila hasil yang dicapai sesuai dengan harapannya, maka akan memberikan kepuasan.  Dengan demikian proses belajar akan berjalan lancar jika disertai minat.


b.        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat
Crow dan Crow mengemukakan bahwa hal-hal yang mendasarIi minat dapat digolongkan menjadi tiga faktor, yaitu: 1) faktor dorongan dari dalam yang berhubungan erat dengan dorongan fisik, 2) faktor motif sosial, 3) faktor emosional.[11] Dengan demikian hal-hal yang mendasari minat dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) faktor dorongan dari dalam diri individu, yaitu  faktor  yang merangsang individu unuk mempertahankan diri dari rasa sakit, lapar dan yang berkaitan dengan kebutuhan fisik, 2) faktor motif sosial, yaitu faktor yang dapat membangkitkan minat untuk melakukan aktivitas tertentu demi memenuhi kebutuhan sosial, seperti melakukan interaksi dengan orang lain, 3) faktor emosional, yaitu faktor yang dapat membangkitkan minat untuk melakukan aktivitas, jika kemudian seseorang berhasil dalam melakukan aktivitas dengan meraih  kesuksesan, hal ini akan menimbulkan perasaan senang dan puas.
c.         Pengertian Membaca
Membaca merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual, pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Menurut definisi ini, membaca diartikan sebagai kegiatan untuk menelaah atau mengkaji isi dari tulisan, baik secara lisan maupun dalam hati untuk memperoleh informasi atau pemahaman tentang sesuatu yang terkandung dalam tulisan tersebut.[12] Berdasarkan hal tersebut, dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi serta pemahaman tentang bacaan yang terkandung didalam tulisan tersebut.
Gray dalam Susanto membedakan tiga kategori definisi membaca yaitu: kategori sempit, kategori agak luas dan kategori luas.
Pengertian membaca dalam kategori sempit, dikatakan bahwa membaca merupakan pengenalan bacaan atau lambang tertulis, misalnya ketepatan pemahaman kata, waktu pengenalannya, kecepatan memahami kata dan frase, dan gerakan mata antara baris-baris kalimat. Kategori yang agak luas, selain pengenalan lambang, pengertian membaca mencakup pengenalan unsur-unsur makna secara tepat beserta pemahaman yang sesuai dengan pengertian membaca pada kategori pertama, karena pembelajaran yang dilakukan baru pada tahap pengenalan membaca, pengenalan bacaan, atau lambang tulis.[13]
Menurut Goodman yang dikutip Bromley menyatakan sebagai berikut: “reading is an active process of interacting with print and monitoring comprehension to establish meaning. Reading is the instantareous of various written symbols, simultareous association of this symbols with exiting knowledge, and comprehention, of the information and ideas communicated”.[14] Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mengartikan secara bebas bahwa membaca merupakan proses interaksi kognitif dengan gambar dan pemahaman untuk mengambil sebuah arti. Membaca adalah pengenalan beberapa symbol yang tertulis. Peniruan gabungan symbol-simbol dengan pengetahuan yang ada dan pemahaman dari informasi dan ide yang berhubungan. Dengan demikian membaca merupakan suatu proses mengungkapkan arti dari lambang-lambang yang tertulis.
Sidiarto menyatakan membaca merupakan proses kompleks yang melibatkan kedua belahan otak. Anak harus memahami bahasa curah verbal harus baik, mengenal huruf dan arah,dapat mengingat apa yang dilihat dan didengar, dapat mengintegrasikan yang dibaca dengan bahasa tutur.[15] Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa membaca melibatkan kedua belahan otak, anak harus mengenal huruf dan arah, dapat mengingat apa yang dilihat dan didengar dan dapat menggabungkan apa yang dibaca dengan bahasa lisan sehingga memiliki arti.
Hal senada juga diungkapkan Hurmali bahwa membaca merupakan kegiatan yang sangat kompleks dengan melibatkan sejumlah besar tindakan yang terpisah. Kegiatan kompleks itu meliputi khayalan, imajinasi, mengamati dan mengingat-ingat.[16] Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dideskripsikan bahwa membaca membutuhkan konsentrasi karena melibatkan khayalan, imajinasi, mengamati dan mengingat-ingat, sehingga mampu menangkap pesan yang disampaikan oleh penulis dalam tulisan yang hendak dibaca dan yang sedang dibacanya.
Menurut Hartati dalam Susanto membaca pada hakikatnya adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan ini terjadi pengenalan huruf-huruf.[17] Dengan demikian membaca dikatakan sebagai kegiatan fisik karena pada saat membaca bagian-bagian tubuh khususnya mata membantu melakukan proses membaca. Membaca juga dapat dikatakan sebagai kegiatan mental karena pada saat membaca bagian-bagian pikiran khususnya persepsi dan ingatan terlibat didalamnya.
Staufer dalam Petty dan Jensen berpendapat sebagai berikut: “reading is amental process reguiring accurate word recognition, ability to call to mind particular meanings, and ability to shift of reassociate meanings. Until contruct or concept presented a clearly grasped, critically evaluated, accepted and applied or rejected”.[18] Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mengartikan secara bebas bahwa membaca merupakan suatu proses mental yang membutuhkan pengenalan kata yang akurat, kemampuan mengingat untuk memperhatikan arti yang khusus dan kemampuan untuk menggabungkan dan mengasosiasikan kembali arti-arti sampai dengan menyusun atau menampilkan konsep yang dimengerti dengan jelas, mengevaluasi dengan kritis, penerimaan, dan penggunaan atau penolakkan.
Zubair menyatakan dengan membaca orang membentuk kemampuan berpikir lewat proses menangkap gagasan/informasi, memahami, mengimajinasikan, mengekspresikan, mengalami pencerahan dan menjadi kreatif.[19] Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dideskripsikan bahwa dengan membaca seseorang akan memiliki kemampuan berpikir yang lebih kreatif, karena pada saat membaca, seseorang melewati beberapa proses memahami apa yang dibacanya, mengimajinasikannya, dan mengekspresikan gagasan/informasi lewat tulisan yang dibacanya.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli yang telah dipaparkan dapat dideskripsikan bahwa membaca adalah suatu kegiatan fisik dan proses mental yang membutuhkan pengenalan kata yang akurat, kemampuan mengingat untuk memperhatikan arti yang khusus dan kemampuan untuk menggabungkan dan mengasosiasikan kembali arti-arti sampai dengan menyusun atau menampilkan konsep yang dimengerti dengan jelas, dikatakan sebagai kegiatan fisik karena pada saat membaca bagian-bagian tubuh khususnya mata membantu melakukan proses membaca. Membaca juga dapat dikatakan kegiatan mental karena pada saat membaca bagian-bagian pikiran khususnya persepsi dan ingatan terlibat didalamnya.


d.        Tujuan Membaca
Membaca adalah salah satu keterampilan berbahasa. Membaca akan menambah dan memperluas wawasan dan pengalaman anak, sehingga anak akan berkembang kecerdasannya. Kegiatan membaca sangat baik jika dilakukan sejak usia dini. Pada usia ini, kegiatan membaca anak sering disebut dengan kegiatan persiapan membaca permulaan. Dalam mempersiapkan kemampuan membaca permulaan lebih menekankan pada kemampuan melisankan atau menyuarakan simbol-simbol bahasa tulis dengan intonasi bahasa yang baik dan benar.
Pembelajaran membaca di Taman Kanak-kanak harus benar-benar dilaksanakan secara sistematis, artinya sesuai dengan kebutuhan, minat, perkembangan dan karakteristik anak, untuk itu perlu adanya tujuan membaca. Brewer dalam Susanto menyatakan ada tiga tujuan membaca. Adapun tujan yang dimaksud adalah sebagai berikut: "1) continuing their language development, 2) giving them personal knowledge of the function of print, and 3) helping them about books and the importance of reading. The third goal can be divided further into several secondary purposes: to develop phonemic awareness, to learrn about story structure, and to learn about the readers do”.[20]
Tujuan membaca menurut Brewer tersebut adalah tujuan yang merupakan persiapan membaca, karena pada saat ini belum terjadi kegiatan membaca yang sebenarnya dan kegiatan ini baru bagian awal dari kegiatan membaca. Dari ketiga tujuan tersebut berkenaan dengan fonem dan struktur. Membaca permulaan lebih menekankan pada kemampuan melisankan atau menyuarakan simbol-simbol.
Wahyudi dan Damayanti menyatakan tujuan kesiapan membaca adalah: 1) memberikan motivasi untuk bersedia belajar membaca, 2) membantu anak memahami arti suatu kata, 3) mengajarkan arti kata-kata baru untuk perkembangan kosakata.[21] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tujuan membaca untuk memberikan motivasi kepada anak agar anak memiliki kesediaan untuk belajar membaca, selain itu membantu anak memahami arti dari suku kata yang akan dirangkai menjadi kata, sehingga akan memperkaya  kosa kata anak.
Pengembangan membaca melalui berbagai bentuk permainan di Taman Kanak-kanak bertujuan : 1) mendeteksi kemampuan awal membaca anak, 2) mengembangkan kemampuan menyimak. Menyimpulkan dan mengkomunikasikan berbagai hal melalui berbagai bentuk gambar dan permainan, 3) melatih kelenturan motorik  anak dalam rangka mempersiapkan anak mampu membaca.[22] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa deteksi kemampuan awal membaca anak diperlukan untuk mengetahui kemampuan dari masing-masing individu. Kemampuan membaca masing-masing anak berbeda,  perbedaan individual anak berbeda sebagai hasil pengaruh (intervensi) yang berbeda dalam keluarga sehingga akan terbawa dalam suasana proses belajar mengajar di Taman Kanak-kanak. Ada sebagian anak yang mungkin memiliki keunggulan dalam mengenal bacaan karena kemampuan menyimaknya  dan motoriknya sudah terlatih namun tidak menutup kemungkinan masih ada yang memiliki kemampuan yang rendah.
e.         Tahapan Membaca
Kemampuan membaca merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh anak usia dini, karena dengan membaca anak dapat mengetahui informasi yang terdapat dalam suatu wacana bacaan. Selain itu dengan membaca anak mampu mengkomunikasikan apa yang diinginkan anak melalui tulisan. Membaca pada anak usia dini bukan suatu kemampuan yang instan. Membaca merupakan suatu proses yang harus dibangun dalam waktu yang lama dan melalui tahapan-tahapan kemampuan membaca.
Untuk mencapai kemampuan membaca yang optimal ada beberapa tahapan dalam kegiatan membaca yaitu: 1) tahap fantasi (magical stage), 2)  tahap pembentukkan konsep diri (self consept stage), 3) tahap membaca gambar (bridging reading stage), 4) tahap pengenalan bacaan (take of reader stage), 5) tahap membaca lancar (independent reader stage).[23]
Tahapan membaca dapat dijelaskan pada tahap pertama anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berfikir bahwa buku itu penting. Melihat atau membolak balikan buku dan kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya. Tahap kedua anak mulai memandang dirinya sebagai pembaca dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan tulisan. Tahap ketiga anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah dikenalnya. Dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari uisi atau lagu yang dikenalnya serta sudah mengenal abjad. Tahap keempat anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic semantic dan syntactic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan pada konteknya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi atau papan iklan. Tahap kelima anak dapat membaca berbagai jenis buku-buku yang ada dan berbeda secara bebas. Menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan.
Harris dan Siplay membagi perkembangan membaca kedalam beberapa tahap yaitu tahap ketertarikan terhadap buku, tahap kesiapan membaca, tahap membaca permulaan, tahap pengembangan keterampilan membaca, tahap perluasan kemampuan membaca dan tahap penghalusan keterampilan membaca.[24] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tahap ketertarikan terhadap buku dimulai sejak anak berusia dini. Ketertarikan anak ditunjukan dengan berbagai aktivitas seperti menarik buku, membuka-buka buku dan memperhatikan gambar-gambar pada buku.
Tahap kesiapan membaca mengandung arti bahwa secara mental anak sudah siap untuk belajar membaca. Pada saat ini anak mulai menyadari bahwa kata merupakan ungkapan symbol-simbol grafik yang mengandung arti. Menyadari bahwa huruf dapat dirangkai menjadi kata, anak mulai menyenangi bermain dengan huruf, bunyi huruf.dan merangkai huruf. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan berbagai media seperti kartu huruf, buku-buku cerita dan gambar-gambar. Tahap membaca permulaan dapat dilakukan dalam tiga jenis kegiatan yaitu: membaca secara keseluruhan yang bertujuan agar anak dapat mengerti isi bacaan yang ditampilkan melalui kata dan kalimat, membaca secara detail bertujuan mengembangkan kemampuan anak dalam membedakan bentuk dan bunyi huruf dalam membentuk kata dan membaca tanpa mengeja.
Brewer dalam Sudono mengatakan ada lima tahapan dalam kemampuan membaca anak usia dini. Kelima tahapan tersebut adalah: 1) tahap memukau anak, 2) tahap konsep diri, 3) tahap menuju jadi pembaca, 4) tahap mulai berani baca tulis sendiri, 5) tahap membaca mandiri.[25] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pada tahap awal anak mulai senang dengan buku, pada tahap dua, anak beranggapan bahwa dirinya sudah pandai membaca.  Pada tahap tiga ini anak sudah sadar huruf cetak, anak sudah mulai membaca beberapa kata. Pada tahap empat anak mulai berani baca tulis, dan pada tahap lima, anak sudah mulai membaca mandiri.
Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh tersebut dapat dideskripsikan bahwa dalam proses membaca ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh anak dalam perkembangan membaca yaitu tahap anak hanya mengenal gambar dan menyukai buku, kemudian anak mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca secara spontan tanpa memahami makna dan tujuan dari isi bacaannya. Anak mulai mengenal huruf dan mencocokkannya dengan apa yang dilihat dengan ucapannya, lalu anak dapat merangkai suku kata, kata dan kalimat. Setelah anak mampu merangkai kata dengan baik, maka tahap selanjutnya yaitu anak telah mampu membaca dengan lancar.
f.         Prinsip-prinsip Membaca
Kemampuan membaca pada setiap individu berbeda-beda. Dalam rangka mengembangkan potensi keberbahasaan dalam kemampuan membaca ada beberapa prinsip membaca. Beberapa prinsip yang dimaksud adalah: 1) mengutamakan pengembangan penguasaan kosa kata, menyimak dan berkomunikasi, 2) mendeteksi/melacak kemampuan awal anak dalam berbahasa, 3) merencanakan kegiatan bermain dan alat permainan, 4) mengkomunikasikan kegiatan keberbahasaan anak pada orang tua, 5) menentukan sarana permainan yang diambil dari lingkungan sekitar, 6) menggunakan perpustakaan sebagai sarana yang dapat merangsang dan menumbuhkan minat baca anak, 7) menata lingkungan kelas dengan berbagai kosa kata dan nama benda, 8) menggunakan gambar-gambar sederhana untuk mengenalkan berbagai bentuk kata atau kalimat sederhana.[26]
Dengan demikian dapat dideskripsikan bahwa dalam kegiatan membaca ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan guru maupun orang tua, yang harus diutamakan dalam kegiatan membaca adalah penguasaan kosa kata, kemampuan menyimak dan berkomunikasi dengan cara mendeteksi kemampuan awal anak dalam berbahasa dengan merencanakan kegiatan membaca yang menyenangkan. Sesuai dengan prinsip pembelajaran di Taman Kanak-kanak, maka penyajiannya dapat dilakukan dengan cara bermain dan permainan menggunakan gambsar-gambar yang dikenal anak untuk mengenalkan bentuk kata atau kalimat sederhana.
 Untuk menarik perhatian dan minat membaca anak, perlu adanya rangsangan. Torrey menyatakan empat prinsip pembelajaran membaca yaitu:
“1)they have tried to provide external stimuli that would attract attention and interest to appropriate material and make possible guide discovery principles, 2) in everycase the meaning of written material has been emphasized as much as possible and as early as possible, 3) it is has been a policy in all this attempts to avoid coercion. Younger children have been given a free choice whether to learn reading it all, so that those who learned couldbe said to have done it on their own initiative even though they were in training situation, 4) systematic attempts have been to keep the children active rather than passively receptive”.[27]
Berdasarkan keempat prinsip pembelajaran membaca dapat dideskripsikan bahwa dalam kegiatan membaca, anak perlu diberikan rangsangan eksternal yang akan menarik perhatian dan minat anak. Anak diberikan kebebasan untuk melakukannya atas inisiatif mereka sendiri meskipun anak dalam situasi latihan, upaya sistematis membuat anak aktif bukan pasif dalam penerimaannya, sehingga kegiatan ini menjadi kegiatan yang menyenangkan. Jika anak memiliki rasa senang membaca, akan lebih mudah untuk dibimbing dalam kegiatan membaca yang lebih kompleks.

2.        Kompetensi Pengembangan Berbahasa di TK Kelompok A
Ruang lingkup pembelajaran membaca di TK masuk dalam bidang pengembangan bahasa dan pengembangan kognitif , mengacu pada peraturan menteri pendidikan republik Indonesia nomor 58 tahun 2009. Pada penelitian ini dikhususkan pada materi kemampuan bahasa pada semester II. Khususnya pada kemampuan membaca dengan tingkat pencapaian sebagai berikut: mengulang kalimat sederhana, menyebut kata-kata yang dikenal, mengenal simbol-simbol, dan mengenal lambang huruf.[28]  Hal tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:



Tabel 1. Pengembangan Berbahasa dan Kognitif Tk Kelompok A
Tingkat Pencapaian Perkembangan
Capaian Perkembangan

Indikator
Bidang Pengembangan Bahasa
Mengungkapkan Bahasa
Mengulang kalimat sederhana
Mengulang kalimat sederhana
·      Menirukan kalimat yang disampaikan secara sederhana
·      Mengulang kembali kalimat sederhana
Menyebutkan kata-kata yang dikenal
Menyebutkan kata-kata yang dikenal
·      Menyebutkan kembali kata-kata yang baru didengar
·      Menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama. Misal kaki-kali, atau
·      Menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata akhir yang sama. Misalnya nama-sama dll
·      Menyebutkan nama benda yang diperlihatkan
·      Membaca buku cerita bergambar yang memiliki kalimat sederhana dan men-ceritakan isi buku dengan menunjukkan beberapa kata yang dikenal
Keaksaraan
Mengenal simbol-simbol
Mengenal simbol-simbol
·      Menghubungkan gambar benda dengan kata
·      Menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya
Bidang Pengembangan Kognitif
Konsep Bilangan, Lambang Bilangan dan Huruf
Mengenal lambang huruf
Mengenal lambang huruf
·      Menunjuk lambang huruf di lingkungan sekitar anak
·      Menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf
·      Membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana\

Program pengembangan membaca di Taman Kanak-kanak dapat dilaksanakan selama batas-batas aturan pada prinsip dasar pendidikan TK. Pengembangan berbahasa bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.[29] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pengembangan berbahasa bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikirannya agar mampu berkomunikasi  dan dapat membangkitkan minat anak agar dapat berbahasa dengan baik dan benar.

3.        Karakteristik Minat Membaca Anak Usia 4-5 Tahun
Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya. Anak-anak yang memiliki kemampuan berbahasa yang baik pada umumnya memiliki kemampuan yang baik pula dalam mengungkapkan pikiran, perasaan serta tindakan interaktif dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa ini tidak selalu didominasi oleh kemampuan membaca saja, tetapi juga terdapat sub potensi lainnya yang memiliki peranan yang lebih besar. Kemampuan lain  seperti penguasaan kosa kata, pemahaman (mendengar, menyimak) dan kemampuan berkomunikasi.
Pada usia TK (4-6 tahun), perkembangan kemampuan berbahasa anak ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut: 1) mampu menggunakan kata ganti saya dalam berkomunikasi, 2) memiliki perbenda-haraan kata kerja, kata sifat,  kata keadaan, kata tanya dan kata sambung, 3) menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu, 4) mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan menggunakan kalimat sederhana, 5) mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar.[30] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pada usia 4-6 Tahun memiliki perkembangan kemampuan berbahasa yang cepat dalam kemampuan berbahasa, dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan, dapat melakukan peran sebagai pendengaran yang baik, karena sudah memiliki berbagai pendaharaan kata, menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu, mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan mengguankan kalimat sederhana. Hal ini sangat membantu anak dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dan membuat anak lebih mudah diterima oleh kelompok teman sebayannya.
Mengajarkan membaca kepada anak dapat dilakukan sedini mungkin dengan cara yang mengasyikkan. Anak tidak harus merasa terbebani dengan keharusannya belajar membaca yang dipaksakan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan pula pembelajaran membaca permulaan pada anak usia 4-5 tahun. Pembelajaran tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek perkembangan anak, karakteristik anak serta metode  maupun strategi yang sesuai dengan usia anak.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mallquist yang menyatakan bahwa: many research studies and ascertained that many children lack of success in the beginning stage of learning to read could be traced directly to inadequate or nonexistent reinforcement of expressive and receptive language skills in the early, formative years.[31]Sesuai dengan pendapat Mallquist tersebut, banyak penelitian studi dipastikan bahwa banyak anak tidak memiliki keberhasilan dalam tahap awal belajar dan kurangnya penguatan yang diberikan sehingga kemampuan bahasa tidak ada pada tahun-tahun formatif anak, maka pembelajaran membaca di Taman Kanak-kanak harus benar-benar dilaksanakan dengan sistematis, artinya sesuai dengan kebutuhan, minat, perkembangan dan karakteristik anak. Proses pembelajaran, alat-alat permainan (media pembelajaran) yang digunakan harus memperhatikan hal ini.
Menurut Bronson dalam  Musfiroh menyatakan bahwa anak usia 4 tahun mulai menunjukkan minat aktivitas literasi seperti mengeja huruf dan bunyi, menjiplak huruf, dan aktivitas lain yang berkaitan dengan membaca.[32] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pada usia 4 tahun, anak sudah menunjukkan minat membaca, hal ini dapat dilihat dari aktivitas literasi anak. Pada usia ini anak sudah mulai dapat mengeja huruf, menyebutkan bunyi, menjiplak huruf, dan aktivitas yang lainnya yang berkaitan dengan membaca.



4.        Bermain Kartu Bergambar
a.    Pengertian Bermain
Anak-anak identik dengan dunia bermain, karena bermain adalah dunia anak, dunia yang penuh dengan kegembiraan, keceriaan, penuh dengan canda dan tawa, hal ini merupakan ciri khas dari dunia anak, Menurut Hurlock dalam Musfiroh bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar.[33] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa ketika bermain anak melakukannya secara suka rela tanpa paksaan ataupun intervensi dari luar, tanpa mempertimbangkan hasil akhir ataupun prestasi setelah bermain, yang dilakukan hanya atas dasar kesenangan.
Kegiatan bermain lebih menekankan pada situasi yang menyenangkan dan menggembirakan baik dilakukan dengan alat atau tanpa menggunakan alat, ketika bermain diharapkan anak mendapat pengalaman-pengalaman baru, karena pada saat bermain anak diberikan kesempatan yang lebih banyak untuk bereksplorasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi selain itu anak dapat juga mengembangkan dan membentuk daya imajinasinya.
Seperti yang dikemukakan oleh Sudono bahwa, bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak.[34]  Berdasarkan pernyataan Sudono dapat dijelaskan bahwa dalam bermain anak melakukan nya tanpa paksaan melainkan kemauan dari diri sendiri sehingga dapat memberikan kesenangan serta dapat mengembangkan imajinasi anak.
Mayke dalam Sudono menyatakan bahwa belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan, dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung jumlahnya.[35] Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat bermain, anak mendapatkan banyak pengalaman yang sebelumnya belum pernah anak rasakan. Dari memanipulasi, mengulang-ngulang, bereksplorasi, memprak-tekkan, hingga menemukan sendiri bermacam-macam konsep serta pengertian yang tak terhitung jumlahnya, sehingga dapat memperkaya pengalaman anak.
Rahmawati menyatakan ada tiga pengertian bermain yang dapat diindikasikan melalui beberapa kriteria, pertama: bermain secara pribadi dimotivasi oleh kepuasan yang melekat pada kegiatan itu sendiri dan tidak diatur oleh kebutuhan dasar, dorongan-dorongan atau tuntutan soaial, kedua: anak lebih tertarik pada kegiatan bermain dari pada upaya untuk mencapai hasil, ketiga: bermain muncul pada waktu memainkan benda-benda yang sudah dikenal atau dengan cara mengeksplorasi benda-benda baru yang belum dikenalnya.[36] Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat anak bermain anak memperoleh kepuasan dengan melakukan kegiatan itu dan bukan karena dituntut oleh lingkungan sosialnya. Keberhasilan merupakan bagian dari kegiatan itu sendiri, yang dilakukan secara spontan.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat dideskripsikan pengertian bermain adalah kegiatan yang dilakukan atas dasar suatu kesenangan dengan suka rela, tanpa paksaan dan tekanan dari pihak luar dengan atau tanpa menggunakan alat untuk menjajaki dirinya dan lingkungannya dengan cara-cara yang beragam melalui memanipulasi, mengulang-ngulang, berekplorasi, mempraktekkan, menemukan sendiri dan mendapatkan konsep serta pengertian yang tidak terhitung jumlahnya. Dengan memainkan benda-benda  yang sudah dikenalnya ataupun dengan cara mengeksplorasi benda-banda  yang belum dikenalnya.
b.   Tahapan-tahapan Bermain
Parten dalam Santrock menekankan kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi, karena pada saat bermain anak melakukan interaksi dengan teman bermainnya. Adapun tahapan bermain menurut Parten adalah sebagai berikut: (1)Unoccupired play, (2) Solitary play (bermain sendiri), (3) Onlooker play  (pengamat), (4) Parralel play (bermain paralel), (5) Assosiative play (bermain asosiatif), (6) Cooperative play (bermain bersama).[37] Berdasarkan tahapan bermain yang di kemukakan Parten dapat dijelaskan bahwa kegiatan bermain,  memiliki tahapan dari anak bermain dengan sensori motornya, lalu anak mulai bermain sendiri tanpa adanya interaksi dengan anak lainnya, hingga anak mampu bermain bersama-sama.
Tahapan bermain menurut Rubin, Fein dan Vanderbreg dalam Suryadi adalah: (1) Bermain Fungsional (Functional play), (2) Bangun Membangun (Constructive play), (3) Bermain Pura-pura (make-believe play), (4) Permainan dengan peraturan (Game with rules).[38] Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa tahapan bermain  menurut Rubin, Fein dan Vanderbreg bermain bersifat dari bermain yang sederhana  yang tidak memiliki peraturan, hingga bermain dengan menggunakan peraturan. Bermain dari bersifat eksploratif, menyusun atau membangun, menggunakan khayal dan bermain dengan aturan.
Piaget dalam Saputra menyatakan tahapan bermain sebagai berikut: (1)  Sensory  motor play, (2) Symbolic atau Make belive play, (3)  Social Play Games with Rules, (4) Games with Rules dan Sports.[39] Berdasarkan uraian tersebut dapat  dipahami bahwa tahapan bermain yang dikemukakan oleh Piaget adalah bermain dengan menggunakan panca indranya, lalu bermain dengan menggunakan symbol-simbol atau dengan bermain pura-pura. Pada   tahap akhir tahapan dalam kegiatan bermain adalah anak sudah memahami dan bersedia mematuhi peraturan-peraturan yang ada sesuai dengan kesepakatan.
Berdasarkan uraian yang di kemukakan oleh beberapa ahli tersebut dapat dideskripsikan bahwa tahapan bermain bersifat dari yang sederhana hingga menggunakan aturan-aturan permainan berdasarkan jenjang usia sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Dari tahapan bermain tersebut, diharapkan dapat dilalui oleh anak, sehingga dengan melalui tahapan-tahapan bermain, anak dapat mencapai perkembangan yang optimal.
c.    Manfaat Bermain
Bermain mempunyai manfaat yang besar bagi perkembangan anak. Mayke mengemukakan manfaat bermain sebagai berikut :
“(1) manfaat bermain untuk perkembangan fisik, (2) untuk perkembangan aspek motorik kasar dan motorik halus, (3) untuk perkembangan aspek sosial,  (4)  untuk  perkembangan  aspek emosi  atau  kepribadian, (5) untuk perkembangan aspek kognisi, (6) untuk mengasah ketajaman  pengindraan, (7) untuk mengembangkan keterampilan olah raga dan menari, (8) pemanfaatan bermain oleh guru, (9) pemanfaatan bermain sebagai media terapi, (10) pemanfaatan bermain sebagai media intervensi”.[40]
Dari pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa manfaat bermain menurut Mayke dapat mengembangkan aspek fisik dan motorik, sosial emosional dan kognitif anak, bermain dapat juga melatih ketajaman indera anak, selain itu dengan bermain anak dapat mengembangkan keterampilan dalam bidang olah raga dan seni, bermain dapat dijadikan terapi tingkah laku anak. Karena pada saat anak bermain, anak akan menemukan pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah dialaminya.  Sehingga anak akan belajar dari pengalaman yang didapatnya. Bermain juga dapat dijadikan sebagai media intervensi.
d. Karakteristik Bermain
Bermain sangat penting bagi kehidupan anak. Penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui bermain anak dapat melepaskan ketegangan yang dialami karena banyaknya larangan-larangan dalam hidup sehari-hari. Larangan-larangan terserbut tidak sesuai dengan karakteristik perkembangan anak dan karakteristik bermain. Karena masa usia dini adalah masa anak untuk bermain, dunianya adalah dunia bermain.
Menurut Musfiroh karakteristik bermain adalah; !) menyenangkan dan menggembirakan bagi anak, 2) bermain muncul dari anak bukan paksaan orang lain, 3) anak melakukan karena spontan dan suka rela, 4) anak menetapkan aturan main, 5) anak berlaku aktif. [41] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa bermain yang dilakukan oleh anak hendaknya yang menyenangkan. Anak bermain dengan kemauan sendiri tanpa intervensi dari orang lain, secara suka rela dan spontan dengan aturan yang bisa dibuat sendiri sehingga anak terlihat aktif tidak pasif.
Jeffree, Mc Conkey dan Hewson dalam Sujiono berpendapat bahwa terdapat enam karakteristik kegiatan bermain pada anak yang perlu dipahami yaitu: muncul dari dalam diri anak, harus bebas dari aturan yang mengikat, aktivitas nyata atau sesungguhnya, harus difokuskan pada proses dari pada hasil, harus didominasi oleh pemain, melibatkan peran aktif dari pemain.[42] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa bermain dilakukan dengan kesukarelaan, bukan paksaan. Sehingga menyenangkan, mengasyikkan dan menggairahkandan melibatkan partisipasi aktif baik fisik ataupun mental agar mendapatkan keterampilan baru.
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas dapat dideskripsikan  bahwa karakteristik bermain harus bebas dari aturan-aturan yang membuat anak terikat dengan aturan-aturan permainan, peraturan boleh diadakan tetapi atas kesepakatan bersama dan dibuat secara bersama-sama, bermain dilakukan oleh anak dengan memainkan beberapa tokoh yang pernah dijumpainya dan seolah-olah anak berperan dalam kehidupannya sesuai dengan imajinasinya, bermain lebih memfokuskan pada perbuatan atau pengalaman anak pada saat bermain, bukan pada hasil akhir dalam permainan, dengan bermain anak diharapkan melakukan interaksi dengan melibatkan teman atau orang dewasa dilingkungannya.

5.        Pengertian Kartu Bergambar
Anak akan lebih mudah dan senang belajar jika suatu pembelajaran dilakukan dengan cara-cara yang menyenangkan, untuk itu sangat tepat jika mengajarkan membaca dengan cara bermain melalui mainan. Salah satunya adalah bermain kartu bergambar. Kartu bergambar adalah salah satu media yang dapat melatih daya pikir anak. Kartu bergambar dapat dipergunakan untuk mengenalkan konsep-konsep huruf.
Menurut pengertian umum kartu adalah kertas tebal yang tidak seberapa besar berbentuk persegi panjang atau persegi. Smedley mengemukakan bahwa kartu sangat bermanfaat pada tahap awal belajar.[43] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa manfaat dari bermain kartu adalah anak dapat mengenal simbol secara konkret melalui gambar yang ada di dalam kartu tersebut. Bentuk dan ukuran kartu disesuai dengan kebutuhan serta disesuaikan dengan kebutuhan dengan karakteristik dan perkembangan usia anak. Gambar merupakan bahasa yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana.[44] Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan seharti-hari, anak banyak menjumpai beraneka gambar yang memiliki arti dan tafsiran sendiri-sendiri.
Selain mempunyai arti, uraian dan tafsiran sendiri, gambar juga memiliki nilai: 1) gambar bersifat konkret, nyata terlihat, 2) mampu menguasai keterbatasan ruang, waktu dan kemampuan daya indera manusia, 3) dapat digunakan menjelaskan sesuatu masalah, 4) merupakan media yang mudah didapat dan murah, 5) mudah digunakan baik secara individual, kelompok, klasikal, seluruh kelas atau sekolah.[45] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa gambar adalah media yang bedrsifat konkret, mampu menguasai keterbatasan manusia, dapat menjelaskan sesuatu masalah selain itu mudah didapat dan mudah digunakan.
Kartu bergambar dapat dipergunakan untuk mengenalkan konsep membaca permulaan pada anak usia 4-5 tahun dengan gambar-gambar sebagai objeknya dan dituliskan. Kartu bergambar dapat dipergunakan dan dimodifikasi menjadi kartu bergambar huruf, kartu kata, kartu kalimat, kartu arah dan kartu bergambar puzzle yang dimaksudkan agar lebih jelas, menarik perhatian anak dan disesuaikan dengan tema yang bervariasi terkait dengan kehidupan sehari-hari.yang disajikan dalam kombinasi warna yang menarik dan mencolok.[46] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa agar menarik perhatian anak, kartu bergambar dapat dimodifikasi dengan gambar-gambar yang menarik dan warna yang mencolok.
Menurut Ratnawati dalam Susanto menyatakan permainan flashcard atau kartu bergambar berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan membaca permulaan, ini terjadi ketika anak harus mengenal huruf, proses pemahaman konsep huruf akan memudahkan anak untuk lebih cepat memahaminya.[47] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa permainan kartu bergambar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan karena konsep yang diajarkan dalam bentuk konkret dengan gambar dan warna yang menarik, sehingga anak termotivasi untuk belajar membaca.
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dideskripsikan bahwa permainan kartu bergambar adalah salah satu media yang dapat melatih daya pikir anak. Dengan kartu bergambar anak dapat bereksplorasi dan mencari informasi tentang segala sesuatu yang belum diketahui oleh anak. Kartu bergambar adalah kartu berbentuk persegi/persegi panjang yang didalamnya terdapat tulisan dan gambar yang digunakan untuk mengenalkan konsep huruf pada anak sehingga anak dapat mengembangkan kemampuan membacanya.
a.        Fungsi Kartu Bergambar
Permainan kartu bergambar sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, karena permainan kartu bergambar sangat membantu guru dalam memperjelas makna atau materi pembelajaran dan membantu anak untuk memahami pesan yang akan disampaikan oleh guru.  Menurut Sudjana dan Rivai dalam Winda, menyatakan bahwa fungsi kartu bergambar adalah, untuk memperkenalkan, membentuk, memperkaya, serta memperjelas pengertian atau konsep abstrak kepada anak, mengembangkan sikap-sikap yang dikehendaki dan mendorong kegiatan anak lebih lanjut.[48] Dengan demikian fungsi kartu bergambar adalah agar anak dapat memahami pesan yang disampaikan guru melalui gambar-gambar yang penuh warna sehingga mempermudah pemahaman anak pada konsep-konsep abstrak.

b.        Langkah-langkah Bermain Kertu Bergambar
Permainan kartu bergambar dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) rapihkan meja dan kosongkan, 2) katakan kepada anak akan melakukan kegiatan membaca dengan bermain kartu bergambar, 3) kartu-kartu ditebar atau disebar di atas meja dengan posisi kartu yang bagian muka terlihat (yang terdapat gambar), 4) guru meminta anak mencari kartu-kartu bergambar sesuai dengan yang diminta oleh guru atau sesuai instruksi guru, misalnya: guru meminta anak mencari gambar hewan ayam dengan huruf depannya “a !”. [49]  Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa langkah-langkah dalam permainan kartu bergambar dapat disesuaikan dengan kemampuan dan materi apa yang akan diajarkan kepada anak.
Permainan kartu bergambar mempunyai pengaruh terhadap kemampuan membaca anak usia 4-5 tahun. Permainan ini mengajarkan anak mengenal konsep huruf dengan cepat, karena dilakukannya dengan cara bermain sehingga sangat menyenangkan bagi anak. Selain itu minat anak terhadap kemampuan membaca berkembang dengan bereksplorasi dengan menggunakan huruf, suku kata dan kata yang dapat dirangkai menjadi satu kalimat, hal tersebut dapat disajikan secara nyata.
Berdasarkan uraian  yang telah dipaparkan sebelumnya, diharapkan kegiatan bermain kartu bergambar dapat meningkatkan minat membaca anak usia 4-5 tahun di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon.

 E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan acuan teori rancangan alternatif atau disain alternatif intervensi tindakan yang dipilih dan pengajuan perencanaan tindakan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan hipotesis penelitian tindakan ini adalah: “Minat membaca anak usia 4-5 tahun di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebondiduga dapat ditingkatkan melalui kegiatan bermain kartu bergambar”.





BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.      Tempat dan Waktu Penelitian
1.    Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon. Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti menemukan di sekolah tersebut sebagian anak dalam minat membacanya masih rendah, anak terlihat kurang bersemangat dan kurang tertarik dalam kegiatan membaca. Alas an peneliti memilih TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebonsebagai tempat penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya membuat peneliti memilih  sekolah ini sebagai tempat penelitian untuk meningkatkan minat membaca anak  melalui kegiatan bermain kartu bergambar.
2.    Waktu Pelaksanaan Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester satu tahun pelajaran 2016-2017, pada bulan Desember2016
Tabel 2. Jadwal Perencanaan Penelitian
No
Perkiraan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan
1
Juli, Agustus,September 2016
Observasi Pra Penelitian
2
Bulan November
Uji Coba Instrument penelitian

3
Bulan Desember
Pengumpulan Data, Pengolahan Data dan Laporan Hasil Penelitian

B.       Subjek/Partisipan yang Terlibat dalam Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas A di Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebonyang berusia 4-5 tahun sebanyak 5 siswa. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria siswa yang mengalami rendahnya  minat membacaanak. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang juga bertindak sebagai pelaksana tindakan. Sementara itu, dalam penelitian ini bertindak sebagai pengamat, melibatkan teman sejawat yang juga berperan sebagai kolaborator.



C.      Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah non tes, yaitu dengan menggunakan pengamatan (observasi). Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.[50] Berdasarkan keterlibatan peneliti dalam penelitian tindakan ini, maka jenis observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan.
Dalam observasi partisipan, pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh subjek yang diteliti, seolah-olah merupakan bagian dari mereka.[51] Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik observasi terstruktur. Dalam observasi terstruktur ini, peneliti dan mitra peneliti (kolaborator) terlebih dahulu menyetujui kriteria yang diamati, selanjutnya si observer tinggal menghitung berapa kali jawaban, tindakan, atau sikap siswa yang sedang diteliti itu ditampilkan.[52] Pada pelaksanaannya pedoman diserahkan kepada observer (peneliti) yang melakukan pengamatan minat  membaca anak melalui kegiatan bermain kartu bergambar. Pedoman ini digunakan untuk menjaring data tentang peningkatan minat membaca kelompok A TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon
Dalam pengisian lembar observasi, pengamat memberikan data cek list (v) pada skala kemunculan minat membaca yang sesuai. Model yang digunakan adalah skala Likert, yaitu mengukur sikap seseorang terhadap objek-objek tertentu. Setiap butir indikator diberikan tanda cek list (v) pada kolom sering muncul, muncul, jarang muncul, tidak pernah muncul, Setiap butir indikator skor sesuai 1-4 sesuai dengan tingkat jawabannya.
Tabel  3. Skala Kemunculan Minat Membaca Anak
No
Pilihan Jawaban
Skor
1
Sering Muncul
4
2
Muncul
3
3
Jarang Muncul
2
4
Tidak Pernah Muncul
1

Penilaian ketentuan intensitas skala kemunculan yang diberikan yaitu:

Tabel  7. Ketentuan Intensitas Skala Kemunculan
No
Pilihan Jawaban
Skor

1
Sering Muncul

Skor 4 apabila sikap yang diamati muncul sebanyak 3 kali
2
Muncul

Skor 3 apabila sikap yang diamati muncul sebanyak 2 kali
3
Jarang Muncul

Skor 2 apabila sikap yang diamati muncul sebanyak 1 kali
4
Tidak Pernah Muncul
Skor 1 apabila sikap yang diamati tidak muncul






















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Penelitian
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat dideskripsikan data hasil penmgamatan efek/hasil intervensi tindakan pada setiap siklus sebagai berikut:
Pada saat guru mengenalkan kegiatan membaca permulaan, anak kurang memperhatikan penjelasan guru, masih ada beberapa anak yang sibuk dengan dirinya sendiri, selain itu ada juga anak yang asik mengobrol dengan temannya. Anak terlihat kurang bersemangat, nampak anak kurang tertarik pada kegiatan membaca. Selain perhatian yang rendah, keinginan anak untuk aktif dalam kegiatan membaca juga rendah. Ada beberapa anak yang masih sulit untuk mengenal huruf atau mengenal simbol-simbol, menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama atau suku kata akhir yang sama, menyebutkan kata-kata yang dikenal, dan mengulang kalimat sederhana. Hal tersebut dikarenakan kurangnya media dan sumber belajar yang digunakan dalam pengenalan huruf dan kata, dalam pembelajaran membaca dan mengenalkan huruf, media yang digunakan oleh guru, kurang menarik, guru hanya menuliskan huruf a-z dipapan tulis dengan spidol, sehingga kurang menarik perhatian anak.
Setelah dilakukan identifikasi masalah yang berkaitan dengan minat membaca di kelas A TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon, selanjutnya peneliti bersama kolaborator  menyusun program tindakan yang akan diberikan dalam mengatasi permasalahan minat membaca siswa kelas A di sekolah tersebut. Selain itu peneliti juga mempersiapkan instrumen yang akan dipergunakan, yakni dalam bentuk pedoman observasi yang digunakan untuk menjaring data hasil penelitian yaitu minat membaca siswa kelas A.  Untuk itu sebelumnya peneliti meminta pendapat ahli (expert judgement), yaitu seorang paedagog untuk menilai instrument yang akan digunakan pada awal dan akhir tindakan dalam penelitian.
Hasil dari observasi yang telah diperoleh, dapat dijadikan dasar untuk melaksanakan penelitian tindakan, yaitu dengan kegiatan bermain kartu bergambar. Penerapan kegiatan bermain kartu bergambar ini diharapkan dapat memberikan pengaruh dalam upaya meningkatkan minat membaca anak di kelas A TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon.:



Tabel 4. Data Pra Penelitian Minat membaca
No Responden
Prosentase
1
51.39%
2
47.91%
3
48.61%
4
46.52%
5
52.08%
Jumlah
246.51%
Rata-rata Kelas
49.30%

2. Siklus I
Pada siklus I tindakan yang diberikan dilakukan secara bertahap selama dua kali pertemuan sejak tanggal 1-2 Desember 2016, setiap kali pertemuan berlangsung selama 1x45 menit. Sebelum melakukan tindakan, peneliti bersama kolaborator mendiskusikan program tindakan yang akan dilakukan. Selain itu peneliti mempersiapkan instrumen pemantau tindakan dan alat dokumentasi berupa kamera digital. Berikut ini deskripsi penerapan minat membaca melalui kegiatan bermain kartu bergambar, pada setiap pertemuan yang dilakukan dimulai dari perencanaan hingga refleksi.
a.    Perencanaan  (planning)
Peneliti melakukan penelitian dengan perencanaan sebagai berikut:
1)    Membuat satuan perencanaan tindakan yang akan diberikan kepada anak. Pemberian tindakan ditekankan pada kegiatan bermain kartu bergambar dalam rangka meningkatkan minat membaca anak kelompok A. Satuan perencanaan disusun berdasarkan tujuan kegiatan, media dan alat pengumpul data yang terdiri dari 6 kali pertemuan @ 45 menit berdasarkan kesepakatan peneliti bersama kolaborator.
2)    Mempersiapkan media dan alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan tindakan yang akan diberikan yang akan dimainkan oleh anak, seperti alat-alat perlengkapan kartu huruf bergambar, kartu suku kata, kartu kata bergambar, dan buku cerita.
3)    Menyiapkan alat pengumpul data berupa catatan lapangan, lembar pedoman observasi dan dokumentasi.

b. Tindakan (Acting)
Adapun tindakan pada siklus I yang akan diberikan kepada anak kelas A TK  Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebonadalah sebagai berikut
Tabel 5. Pelaksanaan Kegiatan Siklus I
No
Hari/Tanggal
Pertemuan
Kegiatan
1
Kamis,  1Desember 2016
I
Bermain kartu bergambar dengan materi: “ Menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf ”
2
Jum’at,  2 Desember 2016
II
Bermain kartu bergambar dengan materi: “ Mengenal lambang huruf “

Pelaksanaan tindakan dilakukan selama 45 menit dengan urutan kegiatan awal selama 5 menit, kegiatan inti  berlangsung 30 menit dengan penutup 10 menit. Pengamatan atas kinerja guru dilapangan sangat diperlukan dalam penelitian ini. Pengamatandilaksanakan pada saat pelaksanaan tindakan kelas oleh observer dan kolaborator dengan panduan instrument sebanyak12 butir pernyataan. Peneliti bersama kolaborator melakukan analisis proses sejauh mana aktivitas guru dalam melakukan tindakan.
1.    Pertemuan 1
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 1 Desember 2016 pukul 08.00-11.00 WIB di Sentra persiapan di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator bertemu terlebih dahulu untuk mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran membaca dengan kartu bergambar.
Peneliti bersama kolaborator mengkondisikan anak-anak dengan duduk membentuk setengah lingkaran. Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan yaitu kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar, kartu kata bergambar, dan buku cerita. Sebelum kegiatan berlangsung anak-anak berdoa bersama-sama, mengucapkan salam, mengucapkan ikrar, dilanjutkan bercakap-cakap tentang materi kegiatan pada pertemuan hari ini. Peneliti memberikan penjelasan bagaimana cara dan aturan bermain kartu bergambar. Adapun meteri pembelajaran pada hari ini adalah “Menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf ”

Pada saat peneliti memberikan penjelasan nampak anak sangat konsentrasi mendengarkan penjelasan peneliti tentang materi pada hari ini. Peneliti memperlihatkan media yang akan digunakan kepada anak-anak berupa buku cerita, kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar dan kartu kata bergambar. Kemudian anak dipersilahkan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan penjelasan peneliti yaitu menghubungkan gambar/benda sesuai dengan lambang huruf.
Pada akhir kegiatan, peneliti mengadakan Tanya jawab tentang gambar/benda dan lambang huruf yang telah diajarkan. Pada pertemuan pertama, nampak anak masih belum mampu menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf. Namun hal tersebut dapat ditangani. Masih banyak anak yang memerlukan bantuan peneliti, sehingga pada pertemuan pertama anak masih banyak yang memerlukan bantuan. Untuk memotivasi anak, peneliti memberikan reward kepada anak, yaitu anak diminta mengambil satu huruf yang mereka sukai untuk dibawa pulang. Tujuannya agar anak dapat mengenal huruf yang telah diberikan peneliti kepadanya.
2.    Pertemuan 2
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Jum’at 2 Desember 2016 pukul 08.00-11 WIB di Sentra persiapan di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator bertemu terlebih dahulu untuk mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran membaca dengan kartu bergambar. Peneliti bersama kolaborator mengkondisikan anak-anak dengan duduk membentuk setengah lingkaran. Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan yaitu berupa kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar, kartu kata bergambar, dan buku cerita. Sebelum kegiatan berlangsung anak-anak berdoa bersama-sama, mengucapkan salam, mengucapkan ikrar, dilanjutkan bercakap-cakap tentang materi kegiatan pada pertemuan hari ini. Peneliti memberikan penjelasan bagaimana cara dan aturan bermain kartu bergambar. Adapun meteri pembelajaran pada hari ini adalah “Mengenal lambang huruf“.
Pada saat peneliti memberikan penjelasan nampak anak sangat konsentrasi mendengarkan penjelasan peneliti tentang materi pada hari ini. Peneliti memperlihatkan media yang akan digunakan kepada anak-anak berupa buku cerita, kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar dan kartu kata bergambar. Kemudian anak dipersilahkan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan penjelasan peneliti yaitu mengenal lambang-lambang huruf dengan kartu bergambar.
Pada akhir kegiatan, peneliti mengadakan Tanya jawab tentang mengenal lambang huruf yang telah diajarkan. Pada pertemuan kedua, nampak anak masih belum mampu mengenal lambang huruf. Namun hal tersebut dapat ditangani. Masih banyak anak yang memerlukan bantuan peneliti, sehingga pada pertemuan kedua anak masih banyak yang memerlukan bantuan guru. Untuk memotivasi anak, guru memberikan reward kepada anak, yaitu anak diminta mengambil satu huruf yang mereka sukai untuk dibawa pulang. Tujuannya agar anak dapat mengenal huruf yang telah diberikan peneliti kepadanya.
anak-anak berupa buku cerita, kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar dan kartu kata bergambar. Kemudian anak dipersilahkan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan penjelasan peneliti yaitu menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya.

c. Observasi (Observing)
Pengamatan dilakukan oleh observer bersama kolaborator dengan panduan instrumen minat membaca anak. Hasil pengamatan dari siklus I, bahwa pada awal pertemuan Pada pertemuan pertama, nampak anak masih belum mampu menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf. Namun hal tersebut dapat ditangani. Pada pertemuan kedua, nampak anak masih belum mampu mengenal lambang huruf terutama pada Nabil, Raysa, Refan, Nisa dan Ica. Pada pertemuan ketiga, nampak masih ada beberapa anak yang masih belum mampu menghubungkan  dan menyebutkan tulisan sederhana dengan symbol yang melambangkannya. Namun hal tersebut dapat diatasi oleh peneliti dengan baik. Pada pertemuan keempat ketergantungan anak kepada peneliti sudah mulai berkurang, anak sudah mulai bisa menyebutkan kata dari suku kata awal yang sama, sehingga pada pertemuan keempat anak yang memerlukan bantuan peneliti sudah berkurang. Pada pertemuan kelima dan keenam ketergantungan anak kepada peneliti sudah semakin berkurang, anak sudah mulai terbiasa bermain kartu kata bergambar, dan anak mulai dapat  membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana, sehingga pada pertemuan keenam anak yang memerlukan bantuan peneliti sudah berkurang. Namun untuk memotivasi anak, peneliti tetap memberikan reward kepada anak, yaitu anak diminta mengambil satu gambar yang memiliki kata yang mereka sukai untuk dibawa pulang. Tujuannya agar anak dapat mengenal kata bergambar yang telah diberikan peneliti kepadanya.
Pada siklus I yang dilakukan dengan enam kali pertemuan, guru masih banyak memberikan stimulus pada anak dengan mengucapkan huruf awal pertama yang harus diucapkan oleh anak dalam membaca permulaan, karena ada beberapa anak yang masih diam tidak mau bergerak karena keterbatasan kemampuan mengenal huruf, sehingga guru masih banyak membimbing dan memberikan arahan kepada anak dengan cara yang menyenangkan bagi anak. Hal ini terlihat pada saat kegiatan berlangsung, anak terlihat senang melakukan permainan tanpa rasa takut salah dalam mengucapkan huruf yang harus disebutkannya, walaupun masih ada beberapa anak yang masih perlu dimotivasi namun sedikit banyak anak sudah mulai terbiasa dengan permainan kartu bergambar. Mereka tampak sangat antusias dan bersemangat ketika guru meminta anak untuk bermain kartu bergambar.

d.Refleksi (Reflecting)
Bersama kolaborator peneliti melakukan refleksi disetiap akhir pertemuan. Refleksi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak dari kegiatan bermain kartu bergambar berpengaruh terhadap minat membaca serta peningkatan minat membaca anak dalam proses pembelajaran anak. Pada pertemuan pertama, sampai pertemuan ke tiga, nampak anak masih banyak memerlukan bantuan peneliti, Pada pertemuan keempat sampai keenam, ketergantungan anak kepada peneliti sudah mulai berkurang, anak sudah mulai terbiasa bermain kartu bergambar, namun peneliti tetap memberikan reward.
Setelah pemberian tindakan pada siklus I dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator melakukan penghitungan suara pada hasil observasi minat membaca anak diperoleh hasil prosentase sebesar 70.41%. Seperti yang telah disepakati jika prosentase yang diperolah mencapai nilai minimum 75%, penelitian tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya. Sehubungan pada akhir siklus I diperoleh hasil 70.41%, maka penelitian dilanjutkan pada siklus II. Berikut hasil observasi minat membaca anak pada siklus I yang disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 6. Data Minat Membaca Anak siklus I
No Responden
Prosentase
1
70.83 %
2
68.65%
3
72.22%
4
66.66 %
5
74.30%
Jumlah
352.06 %
Rata-rata Kelas
70.41%                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        

2. Siklus II
Pada siklus II tindakan yang diberikan dilakukan secara bertahap selama dua kali pertemuan sejak tanggal5-6 Desember 2016setiap kali pertemuan berlangsung selama 1x45 menit. Sebelum melakukan tindakan, peneliti bersama kolaborator mendiskusikan program tindakan yang akan dilakukan. Selain itu peneliti mempersiapkan instrumen pemantau tindakan dan alat dokumentasi berupa kamera digital. Berikut ini deskripsi penerapan minat membaca melalui kegiatan bermain kartu bergambar, pada setiap pertemuan yang dilakukan dimulai dari perencanaan hingga refleksi.
a.      Perencanaan  (planning)
Peneliti melakukan penelitian dengan perencanaan sebagai berikut:
1)   Membuat satuan perencanaan tindakan yang akan diberikan kepada anak. Pemberian tindakan ditekankan pada kegiatan bermain kartu bergambar dalam rangka meningkatkan minat membaca anak kelompok A. satuan perencanaan disusun berdasarkan tujuan kegiatan, media dan alat pengumpul data yang terdiri dari 2 kali pertemuan @ 45 menit berdasarkan kesepakatan peneliti bersama kolaborator.
2)    Mempersiapkan media dan alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan tindakan yang akan diberikan yang akan dimainkan oleh anak, seperti alat-alat perlengkapan kartu huruf bergambar, kartu suku kata, kartu kata bergambar, dan buku cerita.
3)   menyiapkan alat pengumpul data
b.      Tindakan (Acting)
adapun tindakan pada siklus II yang akan diberikan kepada anak kelas A TK  Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Pelaksanaan Kegiatan Siklus II
No
Hari/Tanggal
pertemuan
kegiatan
1
Senin, 5 Desember 2016
III
Bermain kartu bergambar dengan materi: “ Menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf ”
2
Selasa,6 Desember 2016
IV
Bermain kartu bergambar dengan materi: “ Mengenal lambang huruf “

Pelaksanaan tindakan dilakukan selama 45 menit dengan urutan kegiatan awal selama 5 menit, kegiatan inti  berlangsung 30 menit dengan penutup 10 menit. Pengamatan atas kinerja guru dilapangan sangat diperlukan dalam penelitian ini. Pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan kelas dengan panduan instrumen. Peneliti bersama kolaborator melakukan analisis proses sejauh mana aktivitas guru dalam melakukan tindakan.
1.    Pertemuan ke 3
Pertemuan ketujuh dilaksanakan pada hari Senin  tanggal 5 Desember 2016 pukul 08.00-11 WIB di Sentra persiapan di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator bertemu terlebih dahulu untuk mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran membaca dengan kartu bergambar.
Peneliti bersama kolaborator mengkondisikan anak-anak dengan duduk membentuk setengah lingkaran. Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan yaitu berupa kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar, kartu kata bergambar, dan buku cerita. Sebelum kegiatan berlangsung anak-anak berdoa bersama-sama, mengucapkan salam, mengucapkan ikrar, dilanjutkan bercakap-cakap tentang materi kegiatan pada pertemuan hari ini. Peneliti memberikan penjelasan bagaimana cara dan aturan bermain kartu bergambar. Adapun meteri pembelajaran pada hari ini adalah ”Menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf”
Pada saat peneliti memberikan penjelasan nampak anak sangat konsentrasi mendengarkan penjelasan peneliti tentang materi pada hari ini. Peneliti memperlihatkan media yang akan digunakan kepada anak-anak berupa buku cerita, kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar, kartu kata bergambar, dan buku cerita. Kemudian anak dipersilahkan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan penjelasan peneliti yaitu menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf.
Pada akhir kegiatan, peneliti mengadakan Tanya jawab tentang gambar/benda dan lambang huruf yang telah diajarkan. Pada pertemuan ketujuh, nampak anak terlihat sangat antusias. Anak terlihat sudah mulai menyukai pembalajaran membaca, Nampak anak sudah mulai mampu menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf. Namun masih ada beberapa anak yang masih memerlukan bantuan dan motivasi dari peneliti. Untuk memotivasi anak, peneliti memberikan reward kepada anak, yaitu anak diminta mengambil satu huruf yang mereka sukai.
2.    Pertemuan 4
Pertemuan kedua belas dilaksanakan padaSelasa tanggal6 Desember 2016 pukul 08.00-11.00 WIB di Sentra persiapan di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator bertemu terlebih dahulu untuk mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran membaca dengan kartu bergambar.
Peneliti bersama kolaborator mengkondisikan anak-anak dengan duduk membentuk setengah lingkaran. Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan yaitu berupa kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar, kartu kata bergambar dan buku cerita. Sebelum kegiatan berlangsung anak-anak berdoa bersama-sama, mengucapkan salam, mengucapkan ikrar, dilanjutkan bercakap-cakap tentang materi kegiatan pada pertemuan hari ini. Peneliti memberikan penjelasan bagaimana cara dan aturan bermain kartu bergambar. Adapun meteri pembelajaran pada hari ini adalah “Membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana”
Pada saat peneliti memberikan penjelasan nampak anak sangat konsentrasi mendengarkan penjelasan peneliti tentang materi pada hari ini. peneliti memperlihatkan media yang akan digunakan kepada anak-anak berupa buku cerita, kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar dan kartu kata bergambar. Kemudian anak dipersilahkan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan penjelasan peneliti yaitu membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana.
Pada akhir kegiatan, peneliti mengadakan Tanya jawab tentang  membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana yang telah diajarkan. Pada pertemuan kedua belas, anak sudah mulai terbiasa bermain kartu kata bergambar, sehingga anak dapat  membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana, sehingga pada pertemuan kedua belas anak sudah tidak  memerlukan bantuan peneliti, anak sudah dapat membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana sesuai dengan gambar yang ada dalam kartu bergambar. Namun untuk memotivasi anak, peneliti tetap memberikan reward kepada anak, yaitu anak diminta mengambil satu gambar yang memiliki kata yang mereka sukai untuk dibawa pulang. Tujuannya agar anak dapat mengenal kata bergambar yang telah diberikan peneliti kepadanya.

c.    Observasi (Observing)
Pengamatan dilakukan oleh observer bersama kolaborator dengan panduan instrumen minat membaca anak. Hasil pengamatan dari siklus II yaitu: Pada pertemuan ketujuh, nampak anak terlihat sangat antusias. Anak terlihat sudah mulai menyukai pembalajaran membaca, Nampak anak sudah mulai mampu menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf. Namun masih ada beberapa anak yang masih memerlukan bantuan peneliti. Pada pertemuan kedelapan, keseriusan anak sudah mulai nampak, anak terlihat bersemangat ketika peneliti menugaskan anak untuk mencari lambang huruf yang disebutkan oleh peneliti. Terlihat anak sudah  mampu mengenal beberapa lambang huruf, Pada pertemuan kesembilan, nampak anak terlihat sangat bersemangat, anak sudah mampu menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya, sehingga pada pertemuan kesembilan ini sudah tidak ada lagi yang memerlukan bantuan peneliti. 
Pada pertemuan kesepuluh dan kesebelas, anak sudah mulai bisa menyebutkan kata dari suku kata awal yang sama, anak terlihat aktif dan antusias sekali ketika peneliti memotivasi anak dengan menyebutkan suku kata awal lalu anak menyambungnya menjadi kata dengan baik. Pada pertemuan kedua belas, anak sudah mulai terbiasa bermain kartu kata bergambar, sehingga anak dapat  membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana, sehingga pada pertemuan kedua belas anak sudah tidak  memerlukan bantuan peneliti, anak sudah dapat membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana sesuai dengan gambar yang ada dalam kartu bergambar.

d.   Refleksi (Reflecting)
Bersama kolaborator peneliti melakukan refleksi disetiap akhir pertemuan. Refleksi ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak dari kegiatan bermain kartu bergambar berpengaruh terhadap minat membaca serta peningkatan minat membaca anak dalam proses pembelajaran. Pada akhir siklus II peneliti bersama kolaborator melakukan perhitungan terhadap hasil observasi minat membaca anak. Berdasarkan data hasil tindakan dari pengamatan yang dilakukan terhadap 5 orang responden, dapat diketahui bahwa minat membaca anak memperoleh hasil prosentase mencapai 82.91%. Seperti yang telah disepakati bersama oleh peneliti dengan kolaborator, jika prosentase yang diperoleh kurang dari 75% yang telah ditetapkan, penelitian tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya. Sehubungan pada akhir siklus II diperoleh hasil 82.91%, maka peneliti bersama kolaborator menghentikan penelitian. Berikut disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 8. Data Minat Membaca Anak siklus II
No Responden
Prosentase
1
84.02 %
2
81.25%
3
83.33%
4
80.55%
5
85.41%
Jumlah
414.56%
Rata-rata Kelas
82.91 %                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        

Berdasarkan perbandingan prosentase hasil penelitian minat membaca anak pada pra-penelitian dengan data pada akhir siklus I dan akhir Siklus II, terjadi peningkatan minat membaca anak sebesar 82.91% setelah diberi tindakan kegiatan bermain kartu bergambar. Kenaikan ini sudah signifikan dari standar yang telah ditetapkan yaitu sebesar 75%.Berdasarkan hasil penelitian yang didapat maka peneliti bersama kolaborator memutuskan untuk menghentikan penelitian karena prosentase kenaikan yang diharapkan pada akhir siklus II sudah tercapai.

E. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis data dengan melihat prosentase peningkatan minat membaca anak pada siklus I sebesar 70.41%. hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I hasil peningkatannya belum signifikan seperti yang diharapkan. Kemudian setelah dilanjutkan pada siklus II sebesar 82.91%, maka hasil peningkatan minat membaca anak mengalami peningkatan sesuai dengan yang diharapkan. Hasil tersebut menunjukkan kesesuaian dengan hipotesis tindakan yaitu dengan menggunakan prosentase minimum sebesar 75% maka hipotesis diterima. Dengan demikian hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa melalui kegiatan bermain kartu bergambar dapat meningkatkan minat membaca anak usia 4-5 tahun, diterima.
Hasil data kualitatif membuktikan bahwa pemberian kegiatan bermain kartu bergambar dapat meningkatkan minat membaca anak usia 4-5 tahun. Melalui kegiatan bermain kartu bergambar anak mampu mengembangkan dan meningkatkan minat membacanya, anak memiliki keinginan untuk dapat menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf, mengenal lambang huruf, menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya, menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama, menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata akhir yang sama, dan membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana.
Pada prapenelitian diperoleh data hasil prosentase rata-rata yang rendah, minat membaca anak belum berkembang secara optimal. Berdasarkan data tersebut peneliti bersama kolaborator menyusun rancangan pembelajaran untuk melakukan tindakan pada siklus I dengan pemberian tindakan sebanyak 2 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama sampai pada pertemuan ketiga, anak masih belum mampu menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf, mengenal lambang huruf, anak yang masih belum mampu menghubungkan  dan menyebutkan tulisan sederhana dengan symbol yang melambangkannya. Namun hal tersebut dapat diatasi oleh peneliti dengan baik.
Pada pertemuan keempat ketergantungan anak kepada peneliti sudah mulai berkurang, anak sudah mulai bisa menyebutkan kata dari suku kata awal yang sama, sehingga pada pertemuan keempat anak yang memerlukan bantuan peneliti sudah berkurang. Pada pertemuan kelima dan keenam ketergantungan anak kepada peneliti sudah semakin berkurang, anak sudah mulai terbiasa bermain kartu kata bergambar, dan anak mulai dapat  membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana, sehingga pada pertemuan keenam anak yang memerlukan bantuan peneliti sudah berkurang. Namun untuk memotivasi anak, peneliti tetap memberikan reward, yaitu anak diminta mengambil satu gambar yang memiliki kata yang mereka sukai untuk dibawa pulang. Tujuannya agar anak dapat mengenal kata bergambar yang telah diberikan peneliti kepadanya.
Pada siklus I perolehan hasil prosentase belum sesuai dengan yang diharapkan, untuk itu peneliti bersama kolaborator menyusun rancangan pembelajaran untuk melakukan tindakan pada siklus II dengan pemberian tindakan sebanyak 2 kali pertemuan dan mengadakan perbaikan-perbaikan khususnya media yang digunakan lebih bervariasi. Pemberian tindakan pada siklus II diawali dengan pertemuan ketujuh, sesuai hasil pengamatan nampak anak terlihat sangat antusias ketika bermain kartu bergambar, anak terlihat sudah mulai menyukai pembalajaran membaca, pada pertemuan kedelapan, keseriusan anak sudah mulai nampak, anak terlihat bersemangat ketika peneliti menugaskan anak untuk mencari lambang huruf yang disebutkan oleh peneliti.
Pada pertemuan kesepuluh dan kesebelas, anak sudah mulai bisa menyebutkan kata dari suku kata awal yang sama, anak terlihat aktif dan antusias sekali ketika peneliti memotivasi anak dengan menyebutkan suku kata awal lalu anak menyambungnya menjadi kata dengan baik. Pada pertemuan kedua belas, anak sudah mulai terbiasa bermain kartu kata bergambar, sehingga anak dapat  membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana, dan anak sudah tidak memerlukan bantuan peneliti, anak sudah dapat membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana sesuai dengan gambar yang ada dalam kartu bergambar. Penerimaan terhadap pembelajaran membaca, kemauan anak untuk mengikuti pembelajaran membaca dan selama kegiatan berlangsung, anak menunjukkan sikap dan antusias, senang dan semangat terhadap kegiatan membaca. Dengan demikian minat membaca anak mengalami peningkatan.
Hal tersebut sesuai dengan prinsip pembelajaran membaca Torrey yang menyatakan bahwa dalam kegiatan membaca, anak perlu diberikan rangsangan eksternal yang akan menarik perhatian dan minat anak. Anak diberikan kebebasan untuk melakukannya atas inisiatif mereka sendiri meskipun anak dalam situasi latihan, upaya sistematis membuat anak aktif bukan pasif dalam penerimaannya, sehingga kegiatan ini menjadi kegiatan yang menyenangkan. Jika anak memiliki rasa senang membaca, akan lebih mudah untuk dibimbing dalam kegiatan membaca yang lebih kompleks.
Permasalahan yang timbul selama dilakukan tindakan yaitu masih ada beberapa anak yang kurang konsentrasi untuk mengikuti kegiatan membaca, namun hal tersebut dapat ditangani oleh peneliti dengan baik. Selain itu untuk memotivasi anak, peneliti memberikan reward kepada anak agar anak memiliki keinginan untuk mengikuti pembelajaran dengan baik dan penuh konsentrasi terhadap tugas yang diberikan dalam proses pembalajaran.






BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data kuantitatif pada pra-penelitian didapat prosentase sebesar 49.30%, sedangkan pada siklus I didapat prosentase sebesar 70.41% dan siklus II peningkatan prosentase minat membaca anak sebesar 82.91%. Sebagaimana disampaikan pada interpretasi hasil analisis bahwa penelitian ini akan berhasil apabila prosentase yang diperoleh mencapai 75%, penelitian ini dikatakan berhasil karena mengalami kenaikan prosentasi melebihi batas minimal yang telah ditentukan peneliti dan kolaborator. Berdasarkan data tersebut maka dapat dinyatakan bahwa penerapan kegiatan bermain kartu bergambar dapat meningkatkan minat membaca anak usia 4-5 tahun, siswa tingkat A, TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu pemberian tindakan atau penelitian dihentikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian tindakan berupa kegiatan bermain kartu bergambar dapat meningkatkan minat membaca pada anak usia 4-5 tahun pada TK kelompok A.
Berdasarkan data kualitatif terlihat adanya peningkatan minat membaca pada siswa melalui tindakan kegiatan bermain kartu bergambar. Melalui tindakan kegiatan bermain kartu bergambar, siswa diajak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk bereksplorasi dengan kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar, kartu kata bergambar, serta kartu kalimat bergambar dan berbagai macam buku cerita. Berdasarkan hasil observasi dan catatan lapangan dapat dilihat bahwa kegiatan bermain kartu bergambar dapat meningkatkan minat membaca siswa tingkat  A, TK  Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon.

B.       SARAN
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan maka peneliti mencoba mengemukakan saran bahwa dalam pelaksanaan penelitian hendak direncanakan sebaik-baiknya agar mendapatkan hasil yang baik.




DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth B. Hurlock, 2005. Perkembangan Anak Jilid 2 Edisi Keenam, Terjemahan MeitasariTjandrasa .Jakarta: Erlangga

Surya Hendra, 2007. Percaya Diri itu Penting . Jakarta: Gramedia

Dewa Ketut Sukardi,2000.Psikologi Populer Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak Edisi Revisi .Jakarta: Galia Indonesia

A.M Sardiman,2004. Interaksi Motivasi Belajar Mengajar .Jakaarta: Raja Grafindo Persada

Syaiful Bahri Djamarah, 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Neelkamal, 2004. Educational Psychology. New Delhi: NeelkamalPublications PVT. LTD. Educational Publishers

Slameto, 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya . Jakarta: Rineka Cipta

Atikah S, 2011. Metode 5 Langkah Lancar Membaca. Jakarta: Wahyumedia

Lester D. Crow dan Alice Crow, 1990. Educational Psycology. New York:American book Co

Ahmad Susanto,2011. Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group


[1]Theo Riyanto dan Martin Handoko, Pendidikan Pada Anak Usia Dini (Jakarta: Gramedia Widiasmara Indonesia, 2004), h. 16.
[2] Catatan Observasi Pra Penelitian pada tanggal 20 Oktober 2011 di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon
[3] Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 2 Edisi Keenam, Terjemahan MeitasariTjandrasa (Jakarta: Erlangga, 2005) ,  h. 114.
[4] Surya Hendra, Percaya Diri itu Penting (Jakarta: Gramedia, 2007), h. 42.
[5] Dewa Ketut Sukardi, Psikologi Populer Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak Edisi Revisi (Jakarta: Galia Indonesia, 2000), h. 104.
[6] A.M Sardiman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar (Jakaarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 93.
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.166.
[8] Neelkamal, Educational Psychology (New Delhi: NeelkamalPublications PVT. LTD. Educational Publishers, 2004),  h. 171.
[9] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 58.
[10] Atikah S, Metode 5 Langkah Lancar Membaca (Jakarta: Wahyumedia, 2011), h. 3.
[11] Lester D. Crow dan Alice Crow, Educational Psycology (New York:American book Co, 1990), h. 153.
[12] Ahmad Susanto,Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar dalam Berbagai Aspeknya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 83
[13]Ibid.,h. 88.
[14] Bromley, Language Arts: Exploring Connection (New York: Allyn and Bacon, 1992), h. 202.
[15] Lily Djokosetio Sidiarto, Perkembangan Otak dan Kesulitan Belajar Pada Anak (Jakarta: UI-Press, 2007), h. 81.
[16] Tarcy Hurmali, SS, Seni dan Strategi Membaca Cepat Tanpa Lupa (Jakarta; Niaga Swadaya, 2011), h. 3.
[17] Ahmad Susanto, op.cit., h. 84.
[18] Petty and Jensen, Developing Childrens Language (Boston: Allyn and Bacon Inc 1999), h. 208.
[19]Zubair, Mengenal Dunia Bermain Anak (Yogyakarta: Banyu Media, 2008), h. 23.
[20] Ahmad Susanto, op.cit., h. 86.
[21] Wahyudi dan Damayanti, Program Pendidikan untuk Anak Usia Dini (Jakarta: Grasindo, 2005), hh 50-53.
[22] Departemen Pendidikan Nasional, Permainan Membaca dan Menulis Di Taman Kanak-kanak (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2000), h. 3.
[23]Ibid., hh. 6-8
[24] Martini Jamaris, Kesulitan Belajar.Perspektif, Assessmen dan Penanggulangannya (Jakarta: Yayasan Penamas Murni, 2009), hh. 170-171
[25] Anggani Sudono dkk, Permainan Kreatif untuk Anak Usia Dini (Jakarta: PT Penerbitan Sarana Bobo, 2007), h. 13.
[26] Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hh. 14-15
[27] Ahmad Susanto, op.cit., h. 89.
[28] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Jakarta: Kemendiknas, 2009), hh. 38-41.
[29]Ibid., h. 17.
[30] Departeman Pendidikan Nasional, op.cit., h. 7.
[31] Ahmad Susanto,op.cit., h. 89.
[32] Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Jakarta: Kemendiknas, 2009), h. 68.
[33]Ibid., h. 1.
[34] Anggani Sudono, Sumber Belajar dan Alat Permainan ( Jakarta: Grasindo, 2000), h.1.
[35]Ibid., h. 3.
[36] Shinta Rahmawati, Mencetak Anak Cerdas dan Kreatif (Jakarta: Buku Kompas, 2001), h. 13.
[37] John  W. Santrock, Live Span Development (Jakarta: Erlangga, 2002), hh. 228-229.
[38] Suryadi, Kiat Jitu dalam Mendidik Anak (Jakarta: EDSA Mahkota, 2006), hh.16-17.
[39]  Mayke S. Tedjasaputra,  Bermain, Mainan dan Permainan (Jakarta: PT Grasindo, 2001), h. 24.
[40] Mayke S. Tedjasaputra, op.cit., hh. 39-49.
[41] Tadkiroatun Musfiroh, op.cit., h. 4.
[42] Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Indeks, 2009), h. 146.
[43] Don Smedley, Teaching the Basic Skill, Spelling, Punctuation and Grammar in Secondary English (London: Metheun co. Ltd, 1983), h. 59.
[44] Arief S. Sardiman, dkk, Media Pendidikan Pengertian, Pengembanagn dan Pemanfaatannya (Jakarta: Grafindo Persada, 2003), h. 29.
[45] Nurbiana Dhieni, dkk, Metode Pengembangan Bahasa (Jakarta: UT, 2008), h. 11.17
[46] Arief S. Sardiman, dkk, op.cit., hh. 15-16
[47] Ahmad Susanto, op.cit., h. 108.
[48] Winda dkk, Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 5.10.
[49] Depdiknas, Kurikulum dan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Anak Usia Dini 4-6 Tahun (Jakarta: Pusat Kurikulum Depdiknas, 2002), h. 10.
[50] Kunandar,Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 143.
[51] M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 149.
[52] Kunandar, op.cit., h.148.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar