MINAT MEMBACA ANAK USIA 4-5 TAHUN
DI TK ISLAM AL KAHFI BABAKAN KABUPATEN CIREBON DIDUGA DAPAT DITINGKATKAN MELALUI
KEGIATAN BERMAIN KARTU BERGAMBAR(flashcard)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahasa merupakan salah
satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia. Bahasa memungkinkan manusia
untuk saling berhubungan atau berkomunikasi. Saling berbagi pengalaman, saling
belajar dari yang lain serta meningkatkan kemampuan intelektual, dengan berbahasa
juga dapat terlihat karakter, kepribadian dan tingkat intelektualnya seseorang.
Maka begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan sehari-hari sebagai sarana untuk
berkomunikasi. Berbahasa dapat dilakukan dengan lisan dan tulisan, atau melalui
pendengaran maupun penglihatan. Pengembangan bahasa meliputi kemampuan
berbicara, kemampuan menulis, kemampuan membaca dan kemampuan menyimak. Dari
keempat kemampuan tersebut, kemampuan membaca merupakan keterampilan dasar yang
sangat penting yang harus dikuasai anak usia dini.
Usia 4-6 tahun
merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai
upaya perkembangan seluruh potensi anak, karena pada usia ini masa terjadinya
pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan
oleh lingkungan dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial
emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral dan nilai-nilai
agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan
kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.
Salah satu kebutuhan anak yang perlu dikembangkan adalah pengembangan kemampuan
membaca.
Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Moore menyimpulkan bahwa pada kenyataannya anak-anak dapat
belajar membaca sebelum usia 6 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
ada sekitar 2% anak yang sudah belajar dan mampu membaca pada usia 3 tahun, 6%
pada usia 4 tahun, dan sekitar 20% pada usia 5 tahun. Bahkan terbukti
pengalaman belajar di taman kanak-kanak dengan kemampuan membaca yang memadai
akan sangat menunjang kemampuan belajar pada tahun-tahun berikutnya. Moore
menyakini bahwa kehidupan tahun-tahun awal merupakan tahun-tahun yang paling
kreatif dan produktif bagi anak-anak. Oleh karena itu sesuai dengan kemampuan,
tingkat perkembangan, dan kepekaan belajar anak. Anak dapat diajarkan membaca
pada usia dini, yang penting adalah strategi pengalaman belajar dan ketepatan
mengemas pembelajaran yang menarik, menyenangkan, penuh dengan permainan dan
keceriaan dengan tanpa membebani dan merampas dunia anak-anaknya.[1]
Anak-anak yang memiliki
kemampuan membaca yang baik pada umumnya memiliki kemampuan yang baik pula
dalam mengungkapkan pikiran, perasaan, serta tindakan interaktif dengan
lingkungan. Lingkungan pertama yang paling berpengaruh pada kemampuan membaca
anak adalah lingkungan keluarga. Dalam keluarga orang tua berperan besar
sebagai model perilaku dalam kegiatan membaca anak, sehingga sejak kecil anak
sudah memiliki minat untuk belajar membaca karena anak sangat memerlukan
keteladanan dari orang tua dalam
kegiatan membaca. Keteladanan itu harus ditunjukkan kepada anak oleh orang tua
dengan menunjukkan perilaku membaca sesering mungkin, hal ini membuat anak
gemar membaca dan dapat menumbuhkan minat anak untuk membaca.
Menumbuhkan minat
membaca pada anak tidaklah mudah, banyak faktor yang sangat berpengaruh. Selain
faktor lingkungan keluarga, faktor motivasi menjadi pendorong semangat anak
untuk membaca. Motivasi merupakan faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap
kemampuan mambaca anak. Dalam hal ini ada motivasi intrinsik, yang bersumber dari dalam diri anak itu sendiri, dan
faktor ekstrinsik, yang bersumber
dari luar anak. Apabila anak memiliki motivasi tinggi atau kuat, tanpa didorong
atau disuruh membaca, anak memiliki minat
untuk belajar membaca, sedangkan yang tidak bermotivasi atau motivasinya
rendah tentunya minat anak untuk belajar membacanyapun rendah.
Agar anak siap membaca,
terlebih dulu harus tumbuh minat baca pada anak. Tanpa adanya minat yang tinggi
terhadap berbagai bahan bacaan, minat membaca pada anak juga akan terhambat.
Minat membaca ini semestinya dapat dirangsang sejak dini, sejak anak usia TK,
bahkan sejak bayi. Ternyata upaya menumbuhkan minat baca pada anak TK tidaklah
mudah. Hal ini terjadi juga di TK Islam
Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti selama ini pada siswa Taman Kanak-kanak
kelompok A di Islam Al Kahfi
Babakan Kabupaten Cirebon, ditemukan bahwa masih kurangnya minat
membaca pada anak. Hal ini terungkap
dari hasil Pengamatan yang
dilakukan pada semester satu tahun pelajaran 2016-2017 terhadap siswa dan guru
di sekolah tersebut dengan ditemukannya permasalahan kurang optimal pada rendahnya minat membaca
anak.[2]
Rendahnya minat membaca pada anak dapat dilihat dari rendahnya perhatian anak
terhadap pembelajaran, keinginan anak untuk membaca buku cerita juga
rendah.Pada saat guru mengenalkan kegiatan membaca permulaan, anak kurang memperhatikan
penjelasan guru, masih ada beberapa anak yang sibuk dengan dirinya sendiri,
selain itu ada juga anak yang asik mengobrol dengan temannya. Anak terlihat
kurang bersemangat, nampak anak kurang tertarik pada kegiatan membaca.
Selain
perhatian yang rendah, keinginan anak untuk aktif dalam kegiatan membaca juga
rendah. Ada beberapa anak yang masih sulit untuk mengenal huruf atau mengenal
simbol-simbol, menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama
atau suku kata akhir yang sama, menyebutkan kata-kata yang dikenal, dan
mengulang kalimat sederhana. Hal tersebut dikarenakan kurangnya media dan
sumber belajar yang digunakan dalam pengenalan huruf dan kata, dalam
pembelajaran membaca dan mengenalkan huruf, media yang digunakan oleh guru, kurang
menarik, guru hanya menuliskan huruf a-z dipapan tulis dengan spidol, sehingga
kurang menarik perhatian anak.
Mengingat pentingnya minat membaca khususnya bagi
anak usia 4-5 tahun di TK Islam
Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon, maka perlu adanya
pembinaan secara serius dalam sebuah kegiatan yang menciptakan pembelajaran
membaca yang menyenangkan. Pendekatan pembelajaran yang memungkinkan anak untuk
pembelajaran membaca adalah melalui bermain. Hal ini sesuai dengan prinsip
pendekatan pembelajaran pendidikan anak usia dini yaitu belajar sambil bermain.
Melalui bermain anak dapat membangun pengertian yang berkaitan dengan
pengalamannya terutama pada saat guru mengajarkan membaca dengan media dan
sumber belajar yang menarik.
Adapun media dan sumber belajar yang dapat dipahami
oleh anak adalah melalui kegiatan bermain flashcard
atau kartu bergambar. Kartu bergambar
adalah salah satu media yang dapat melatih daya pikir anak. Kartu
bergambar dapat dipergunakan untuk mengenalkan konsep membaca permulaan pada anak
usia 4-5 tahun yang merupakan masa praoperasional konkret. Sehingga dengan
menggunakan kartu bergambar, pengenalan konsep membaca dapat disajikan dalam
bentuk konkret. Dengan demikian diharapkan dengan menggunakan flashcard atau kartu bergambar dapat membantu
meningkatkan minat membaca anak.
Tujuan dari kegiatan bermain kartu kata diantaranya,
Kartu bergambar dapat dipergunakan untuk mengembangkan kemampuan membaca anak.
Kartu ini dapat mendorong minat anak untuk membaca dengan metode suku kata
serta metode membaca kata dan gambar. Kartu bergambar sangat baik digunakan
untuk membantu belajar mengenal suku kata, membentuk kata, serta menambah kosa
kata anak, karena pengenalan membaca yang efektif adalah dengan mengenalkan
seluruh bunyi suku kata dasar yang menjadi pembentuk kata dalam bahasa
Indonesia, tahap selanjutnya adalah memperkenalkan kata untuk dirangkai menjadi
kalimaat.
Mengingat begitu pentingnya peranan kegiatan bermain
kartu kata, guru hendaknya memberikan stimulasi yang tepat. Menciptakan kondisi
pembelajaran yang kondusif serta metode pengajaran yang bervariasi. Tujuannya
agar anak mampu bereksplorasi, berimajinasi, menciptakan hal yang baru dan
mengembangkan seluruh potensi kemampuan yang ada di dalam diri anak. Peneliti
berharap dengan permainan kartu kata ini dapat meningkatkan minat membaca anak
karena pada permainan kartu kata ini bukan hanya gambar, garis dan warna yang
ditampilkan, melainkan huruf, kata serta melatih ingatan anak dan mengembangkan
otak kiri dan otak kanan anak sesuai dengan tahapan perkembangannya, sehingga
permainan ini dapat merangsang anak untuk memiliki minat pada bacaan baik
bacaan dalam buku cerita ataupun display yang berisi kata-kata atau kalimat.
Metode ini juga baik digunakan untuk dapat memberikan suasana yang menyenangkan
dan keterlibatan aktif anak dalam
permainan kartu bergambar.
Berdasarkan paparan
yang tersebut di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tindakan
tentang penerapan kegiatan bermain kartu bergambar dalam mengatasi permasalahan
rendahnya minat membaca anak. Melalui penelitian ini, peneliti bermaksud
memberikan kontribusi positif dalam upaya meningkatkan minat membaca anak usia
4-5 tahun di Islam Al Kahfi
Babakan Kabupaten Cirebonmelalui kegiatan bermain kartu bergambar
B.
Perumusan
Masalah Penelitian
Berdasarkan latar
belakang masalah, identifikasi masalah, maka perumusan masalah yang akan dicari
pemecahannya melalui penelitian tindakan ini adalah : “Bagaimana meningkatkan
minat membaca anak usia 4-5 tahun di Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon, melalui kegiatan
bermain kartu bergambar?”.
C.
Kegunaan
Hasil Penelitian
1.
Secara Teoretis
Secara teoretis diharapkan hasil penelitian
bermanfaat bagi pengembangan dan dapat menjadi salah satu sumbangsih untuk
menambah khasanah ilmu pengetahuan ilmiah dalam dunia pendidikan khususnya yang
terkait dengan peningkatan minat membaca anak usia 4-5 tahun.
2.
Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kegunaan secara praktis antara lain sebagai berikut :
a. Siswa
TK Islam Al Kahfi Babakan
Kabupaten Cirebon
Bagi
siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat meninmgkatkan minat membaca pada
anak melalui bermain kartu bergambar atau dengan permainan lain.
b. Guru
TK Islam Al Kahfi Babakan
Kabupaten Cirebon
Bagi
guru, sebagai masukan dalam melaksanakan tugas pembelajaran dan dapat
memberikan alternatif metode yang tepat untuk meningkatkan minat membaca anak.
c. Mahasiswa
Jurusan PAUD PASCASARJANA
UNJ
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan referensi dalam menyusun
karya ilmiah tentang upaya peningkatan minat membaca anak melalui kegiatan
bermain kartu bergambar.
d. Penelitian
selanjutnya
Penelitian ini dapat
dijadikan pemecahan masalah, pembanding dalam penelitian minat membaca pada
anak usia 4-5 tahun atau penelitian lain yang ada kaitannya dengan hasil
penelitian ini.
BAB
II
KAJIAN PUSTAKA
1.
Hakikat
Minat Membaca
a.
Pengertian
Minat
Minat merupakan salah
satu dimensi dari aspek afektif. Minat mempengaruhi pikiran dan tindakan
seseorang. Minat dapat menjadi pendorong seseorang untuk bertindak. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hurlock yang menyatakan bahwa minat merupakan sumber
motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang diinginkan bila
diberikan kebebasan memilih. Bila seseorang melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan,
hal ini kemudian akan mendatangkan kepuasan.[3]
Berdasarkan pendapat
Hurlock tersebut dapat dijelaskan bahwa minat merupakan sumber motivasi
seseorang untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Tindakan
tersebut merupakan tindakan yang memang diinginkan oleh seseorang setelah orang
tersebut diberikan kebebasan untuk memilih. Apabila tindakan mencapai suatu
hasil seperti yang diharapkan, maka akan mendatangkan kepuasan tersendiri.
Hal senada juga
diungkapkan Hendra, menurut Hendra minat adalah keinginan yang kuat untuk
memenuhi kebutuhan, baik keinginan untuk memiliki atau melakukan sesuatu.[4]
Dengan demikian minat sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar karena
berfungsi sebagai motor penggerak dan pendorong seseorang untuk memiliki,
memilih dan melakukan kegiatan atau objek yang disenanginya sesuai dengan
kebutuhannya.
Menurut Sukardi minat
merupakan sumber penggerak dalam segala tindakan manusia.[5]
Dengan demikian minat dijadikan sebagai sumber penggerak dan pendorong
seseorang dalam mengidetifikasikan
pilihannya terhadap orang, aktivitas, atau objek lainnya. Sardiman mengemukakan
bahwa minat dapat dibangkitkan dengan cara: 1) membangkitkan adanya suatu
kebutuhan, 2) menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau, 3) memberi
kesempatan untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik, 4) menggunakan berbagai macam bentuk mengajar.[6]
Berdasarkan pendapat
tersebut dapat dijelaskan bahwa cara membangkitkan minat seseorang dengan
adanya suatu kebutuhan. Seseorang
memiliki kebutuhan akan berusaha memenuhi kebutuhannya sehingga minat
seseorang akan bangkit untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Minat juga dapat
dibangkitkan dengan menghubungkan
persoalan pengalaman yang lampau, seseorang akan bangkit minatnya ketika
ia memiliki pengalaman sebelumnya. Selain itu minat dapat pula dibangkitkan
dengan menggunakan berbagai macam bentuk mengajar, karena dengan bentuk
mengajar yang bervariasi membuat anak tidak jenuh.
Djamarah menyatakan
minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan
memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Dengan kata
lain minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal
atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh.[7] Dengan demikian dapat dijelaskan minat adalah
kecenderungan seseorang untuk memperhatikan dan mengenang aktivitas. Minat
besar pengaruhnya terhadap aktivitas seseorang. Anak yang berminat pada suatu
mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, karena ada daya
tarik baginya. Proses belajar akan berjalan lancar jika disertai minat.
Neelkamal mengutip
beberapa definisi minat menurut para tokoh, yakni Mc Dougall, Strong, Crow and
Crow: “Interest is the latent attention, indeterminate
indicator of success, and interest may refer to the motivating forge that
impels us to attend to a person, a thing or an activity or it may be the
affective experience that has been stimulated by activity it self. In other
words, interest can be the cause of an activityand the result of participation
of that activity…”.[8]Berdasarkan
pernyataan tersebut, peneliti mengartikan secara bebas bahwa menurut Mc Dugall,
Strong, Cow dan Cow minat adalah
perhatian yang tersembunyi, indikator kesuksesan yang tidak menentu, dan minat
merujuk kepada motivasi yang mendorong kita untuk memberikan perhatian kepada
seseorang.
Menurut Slameto siswa
yang memiliki minat belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) mempunyai
kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan sesuatu yang dipelajari secara
terus-menerus, 2) ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati, 3)
memperoleh suatu kebanggaan dan kepuasan pada sesuatu yang diminati, 4) ada
rasa keterikatan pada sesuatu aktivitas-aktivitas yang diminati, 5) lebih
menyukai suatu hal yang menjadi minatnya, 6) dimanifestasikan melalui
partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.[9]
Berdasarkan ciri-ciri minat belajar dapat dideskripsikan bahwa ciri-ciri minat
belajar adalah: ketertarikan, kesenangan, keinginan, kepuasan, perhatian, serta
semangat anak untuk belajar.
Atikah menyatakan,
sebelum diajarkan membaca, anak diperke-nalkan pada huruf a-z agar dapat
merangsang minat anak belajar membaca, huruf-huruf tersebut didampingi oleh
gambar dengan menggunakan metode lima langkah lancar membaca yaitu: langkah 1: tiru bunyi, yakni anak
mengucapkan suku kata yang diucapkan sipembimbing, langkah 2:coba tulis yakni anak dipandu menulis suku kata bergaris
putus-putus, langkah 3: latih baca,
yakni anak dibimbing mengucapkan suku kata yang difokuskan, langkah 4: tebak contoh, yakni anak
mencari suku kata yang difokuskan, langkah
5: latih kata dan kalimat, yakni anak dibimbing membaca kata-kata yang
disesuaikan dengan suku kata yang difokuskan.[10]
Dengan demikian untuk merangsang minat anak belajar membaca
ada lima langkah yang dapat diterapkan pada saat anak belajar membaca, langkah
pertama adalah tiru bunyi, anak diminta untuk menirukan dan
mengulang sebanyak dua kali sambil melihat bentuknya (contoh: ba dibaca 2x),
kemudian bimbing anak untuk menulis huruf dengan cara menyambungkan suku kata
bergaris putus-putus, lalu bimbing anak mengucapkan suku kata yang difokuskan,
kemudian bimbing anak mencari suku kata yang difokuskan (contah:
bata-bara-baka) terakhir, bimbing anak untuk membaca kata-kata yang sudah
disesuaikan dengan suku kata yang difokuskan.
Berdasarkan uraian dari
beberapa para ahli sebelumnya, dapat dideskripsikan bahwa minat merupakan
sumber motivasi seseorang terhadap suatu kegiatan tertentu atas dasar perasaan
senang, perhatian, ketertarikan, sehingga mendorong seseorang untuk berbuat
atau melakukan sesuatu tindakan atau aktivitas sesuai dengan keinginannya atau
sesuai dengan kebutuhannya dan diberikan kebebasan untuk memilih sesuai dengan
keinginannya tanpa ada yang menyuruh. Apabila hasil yang dicapai sesuai dengan
harapannya, maka akan memberikan kepuasan.
Dengan demikian proses belajar akan berjalan lancar jika disertai minat.
b.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Minat
Crow
dan Crow mengemukakan bahwa hal-hal yang mendasarIi minat dapat digolongkan
menjadi tiga faktor, yaitu: 1) faktor dorongan dari dalam yang berhubungan erat
dengan dorongan fisik, 2) faktor motif sosial, 3) faktor emosional.[11]
Dengan demikian hal-hal yang mendasari minat dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) faktor dorongan dari dalam diri individu, yaitu faktor
yang merangsang individu unuk mempertahankan diri dari rasa sakit, lapar
dan yang berkaitan dengan kebutuhan fisik, 2) faktor motif sosial, yaitu faktor
yang dapat membangkitkan minat untuk melakukan aktivitas tertentu demi memenuhi
kebutuhan sosial, seperti melakukan interaksi dengan orang lain, 3) faktor
emosional, yaitu faktor yang dapat membangkitkan minat untuk melakukan
aktivitas, jika kemudian seseorang berhasil dalam melakukan aktivitas dengan
meraih kesuksesan, hal ini akan menimbulkan
perasaan senang dan puas.
c.
Pengertian
Membaca
Membaca
merupakan suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang bersifat
fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual. Dengan indera visual,
pembaca mengenali dan membedakan gambar-gambar bunyi serta kombinasinya.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, membaca adalah melihat serta memahami isi
dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati). Menurut
definisi ini, membaca diartikan sebagai kegiatan untuk menelaah atau mengkaji
isi dari tulisan, baik secara lisan maupun dalam hati untuk memperoleh
informasi atau pemahaman tentang sesuatu yang terkandung dalam tulisan
tersebut.[12]
Berdasarkan hal tersebut, dengan membaca seseorang akan memperoleh informasi
serta pemahaman tentang bacaan yang terkandung didalam tulisan tersebut.
Gray
dalam Susanto membedakan tiga kategori definisi membaca yaitu: kategori sempit,
kategori agak luas dan kategori luas.
Pengertian
membaca dalam kategori sempit, dikatakan bahwa membaca merupakan pengenalan
bacaan atau lambang tertulis, misalnya ketepatan pemahaman kata, waktu
pengenalannya, kecepatan memahami kata dan frase, dan gerakan mata antara
baris-baris kalimat. Kategori yang agak luas, selain pengenalan lambang,
pengertian membaca mencakup pengenalan unsur-unsur makna secara tepat beserta
pemahaman yang sesuai dengan pengertian membaca pada kategori pertama, karena
pembelajaran yang dilakukan baru pada tahap pengenalan membaca, pengenalan
bacaan, atau lambang tulis.[13]
Menurut
Goodman yang dikutip Bromley menyatakan sebagai berikut: “reading is an active process of interacting with print and monitoring
comprehension to establish meaning. Reading is the instantareous of various
written symbols, simultareous association of this symbols with exiting
knowledge, and comprehention, of the information and ideas communicated”.[14]
Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mengartikan secara bebas bahwa
membaca merupakan proses interaksi kognitif dengan gambar dan pemahaman untuk
mengambil sebuah arti. Membaca adalah pengenalan beberapa symbol yang tertulis.
Peniruan gabungan symbol-simbol dengan pengetahuan yang ada dan pemahaman dari
informasi dan ide yang berhubungan. Dengan demikian membaca merupakan suatu
proses mengungkapkan arti dari lambang-lambang yang tertulis.
Sidiarto
menyatakan membaca merupakan proses kompleks yang melibatkan kedua belahan
otak. Anak harus memahami bahasa curah verbal harus baik, mengenal huruf dan
arah,dapat mengingat apa yang dilihat dan didengar, dapat mengintegrasikan yang
dibaca dengan bahasa tutur.[15]
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa membaca melibatkan kedua
belahan otak, anak harus mengenal huruf dan arah, dapat mengingat apa yang
dilihat dan didengar dan dapat menggabungkan apa yang dibaca dengan bahasa
lisan sehingga memiliki arti.
Hal
senada juga diungkapkan Hurmali bahwa membaca merupakan kegiatan yang sangat
kompleks dengan melibatkan sejumlah besar tindakan yang terpisah. Kegiatan
kompleks itu meliputi khayalan, imajinasi, mengamati dan mengingat-ingat.[16]
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dideskripsikan bahwa membaca membutuhkan
konsentrasi karena melibatkan khayalan, imajinasi, mengamati dan
mengingat-ingat, sehingga mampu menangkap pesan yang disampaikan oleh penulis
dalam tulisan yang hendak dibaca dan yang sedang dibacanya.
Menurut
Hartati dalam Susanto membaca pada hakikatnya adalah kegiatan fisik dan mental
untuk menemukan makna dari tulisan, walaupun dalam kegiatan ini terjadi
pengenalan huruf-huruf.[17]
Dengan demikian membaca dikatakan sebagai kegiatan fisik karena pada saat
membaca bagian-bagian tubuh khususnya mata membantu melakukan proses membaca.
Membaca juga dapat dikatakan sebagai kegiatan mental karena pada saat membaca
bagian-bagian pikiran khususnya persepsi dan ingatan terlibat didalamnya.
Staufer
dalam Petty dan Jensen berpendapat sebagai berikut: “reading is amental process reguiring accurate word recognition, ability
to call to mind particular meanings, and ability to shift of reassociate
meanings. Until contruct or concept presented a clearly grasped, critically
evaluated, accepted and applied or rejected”.[18]
Berdasarkan pernyataan tersebut, peneliti mengartikan secara bebas bahwa
membaca merupakan suatu proses mental yang membutuhkan pengenalan kata yang
akurat, kemampuan mengingat untuk memperhatikan arti yang khusus dan kemampuan
untuk menggabungkan dan mengasosiasikan kembali arti-arti sampai dengan menyusun
atau menampilkan konsep yang dimengerti dengan jelas, mengevaluasi dengan
kritis, penerimaan, dan penggunaan atau penolakkan.
Zubair menyatakan dengan membaca orang membentuk
kemampuan berpikir lewat proses menangkap gagasan/informasi, memahami, mengimajinasikan,
mengekspresikan, mengalami pencerahan dan menjadi kreatif.[19]
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dideskripsikan bahwa dengan membaca
seseorang akan memiliki kemampuan berpikir yang lebih kreatif, karena pada saat
membaca, seseorang melewati beberapa proses memahami apa yang dibacanya,
mengimajinasikannya, dan mengekspresikan gagasan/informasi lewat tulisan yang
dibacanya.
Berdasarkan
pendapat dari beberapa ahli yang telah dipaparkan dapat dideskripsikan bahwa
membaca adalah suatu kegiatan fisik dan proses mental yang membutuhkan
pengenalan kata yang akurat, kemampuan mengingat untuk memperhatikan arti yang
khusus dan kemampuan untuk menggabungkan dan mengasosiasikan kembali arti-arti
sampai dengan menyusun atau menampilkan konsep yang dimengerti dengan jelas,
dikatakan sebagai kegiatan fisik karena pada saat membaca bagian-bagian tubuh
khususnya mata membantu melakukan proses membaca. Membaca juga dapat dikatakan
kegiatan mental karena pada saat membaca bagian-bagian pikiran khususnya
persepsi dan ingatan terlibat didalamnya.
d.
Tujuan
Membaca
Membaca
adalah salah satu keterampilan berbahasa. Membaca akan menambah dan memperluas
wawasan dan pengalaman anak, sehingga anak akan berkembang kecerdasannya.
Kegiatan membaca sangat baik jika dilakukan sejak usia dini. Pada usia ini,
kegiatan membaca anak sering disebut dengan kegiatan persiapan membaca
permulaan. Dalam mempersiapkan kemampuan membaca permulaan lebih menekankan
pada kemampuan melisankan atau menyuarakan simbol-simbol bahasa tulis dengan
intonasi bahasa yang baik dan benar.
Pembelajaran
membaca di Taman Kanak-kanak harus benar-benar dilaksanakan secara sistematis,
artinya sesuai dengan kebutuhan, minat, perkembangan dan karakteristik anak,
untuk itu perlu adanya tujuan membaca. Brewer dalam Susanto menyatakan ada tiga
tujuan membaca. Adapun tujan yang dimaksud adalah sebagai berikut: "1) continuing their language
development, 2) giving them personal knowledge of the function of print, and 3)
helping them about books and the importance of reading. The third goal can be
divided further into several secondary purposes: to develop phonemic awareness,
to learrn about story structure, and to learn about the readers do”.[20]
Tujuan
membaca menurut Brewer tersebut adalah tujuan yang merupakan persiapan membaca,
karena pada saat ini belum terjadi kegiatan membaca yang sebenarnya dan
kegiatan ini baru bagian awal dari kegiatan membaca. Dari ketiga tujuan
tersebut berkenaan dengan fonem dan struktur. Membaca permulaan lebih
menekankan pada kemampuan melisankan atau menyuarakan simbol-simbol.
Wahyudi
dan Damayanti menyatakan tujuan kesiapan membaca adalah: 1) memberikan motivasi
untuk bersedia belajar membaca, 2) membantu anak memahami arti suatu kata, 3)
mengajarkan arti kata-kata baru untuk perkembangan kosakata.[21]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tujuan membaca untuk memberikan motivasi
kepada anak agar anak memiliki kesediaan untuk belajar membaca, selain itu
membantu anak memahami arti dari suku kata yang akan dirangkai menjadi kata,
sehingga akan memperkaya kosa kata anak.
Pengembangan
membaca melalui berbagai bentuk permainan di Taman Kanak-kanak bertujuan : 1)
mendeteksi kemampuan awal membaca anak, 2) mengembangkan kemampuan menyimak.
Menyimpulkan dan mengkomunikasikan berbagai hal melalui berbagai bentuk gambar
dan permainan, 3) melatih kelenturan motorik
anak dalam rangka mempersiapkan anak mampu membaca.[22]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa deteksi kemampuan awal membaca anak
diperlukan untuk mengetahui kemampuan dari masing-masing individu. Kemampuan
membaca masing-masing anak berbeda,
perbedaan individual anak berbeda sebagai hasil pengaruh (intervensi) yang berbeda dalam keluarga
sehingga akan terbawa dalam suasana proses belajar mengajar di Taman
Kanak-kanak. Ada sebagian anak yang mungkin memiliki keunggulan dalam mengenal
bacaan karena kemampuan menyimaknya dan
motoriknya sudah terlatih namun tidak menutup kemungkinan masih ada yang
memiliki kemampuan yang rendah.
e.
Tahapan
Membaca
Kemampuan membaca
merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh anak usia dini, karena
dengan membaca anak dapat mengetahui informasi yang terdapat dalam suatu wacana
bacaan. Selain itu dengan membaca anak mampu mengkomunikasikan apa yang
diinginkan anak melalui tulisan. Membaca pada anak usia dini bukan suatu
kemampuan yang instan. Membaca merupakan suatu proses yang harus dibangun dalam
waktu yang lama dan melalui tahapan-tahapan kemampuan membaca.
Untuk mencapai
kemampuan membaca yang optimal ada beberapa tahapan dalam kegiatan membaca
yaitu: 1) tahap fantasi (magical stage),
2) tahap pembentukkan konsep diri (self consept stage), 3) tahap membaca
gambar (bridging reading stage), 4)
tahap pengenalan bacaan (take of reader
stage), 5) tahap membaca lancar (independent
reader stage).[23]
Tahapan
membaca dapat dijelaskan pada tahap pertama
anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berfikir bahwa buku itu penting.
Melihat atau membolak balikan buku dan kadang-kadang anak membawa buku
kesukaannya. Tahap kedua anak mulai
memandang dirinya sebagai pembaca dan mulai melibatkan diri dalam kegiatan
membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman
sebelumnya dengan buku, menggunakan bahasa buku meskipun tidak cocok dengan
tulisan. Tahap ketiga anak menjadi
sadar pada cetakan yang tampak serta dapat menemukan kata yang sudah
dikenalnya. Dapat mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya,
dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal cetakan kata dari
uisi atau lagu yang dikenalnya serta sudah mengenal abjad. Tahap keempat anak mulai menggunakan tiga
sistem isyarat (graphoponic semantic dan
syntactic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat
kembali cetakan pada konteknya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan
serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi atau papan iklan.
Tahap kelima anak dapat membaca
berbagai jenis buku-buku yang ada dan berbeda secara bebas. Menyusun pengertian
dari tanda, pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dapat membuat perkiraan
bahan-bahan bacaan.
Harris
dan Siplay membagi perkembangan membaca kedalam beberapa tahap yaitu tahap
ketertarikan terhadap buku, tahap kesiapan membaca, tahap membaca permulaan,
tahap pengembangan keterampilan membaca, tahap perluasan kemampuan membaca dan
tahap penghalusan keterampilan membaca.[24]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tahap ketertarikan terhadap buku dimulai
sejak anak berusia dini. Ketertarikan anak ditunjukan dengan berbagai aktivitas
seperti menarik buku, membuka-buka buku dan memperhatikan gambar-gambar pada
buku.
Tahap
kesiapan membaca mengandung arti bahwa secara mental anak sudah siap untuk
belajar membaca. Pada saat ini anak mulai menyadari bahwa kata merupakan
ungkapan symbol-simbol grafik yang mengandung arti. Menyadari bahwa huruf dapat
dirangkai menjadi kata, anak mulai menyenangi bermain dengan huruf, bunyi
huruf.dan merangkai huruf. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan berbagai media
seperti kartu huruf, buku-buku cerita dan gambar-gambar. Tahap membaca
permulaan dapat dilakukan dalam tiga jenis kegiatan yaitu: membaca secara
keseluruhan yang bertujuan agar anak dapat mengerti isi bacaan yang ditampilkan
melalui kata dan kalimat, membaca secara detail bertujuan mengembangkan
kemampuan anak dalam membedakan bentuk dan bunyi huruf dalam membentuk kata dan
membaca tanpa mengeja.
Brewer
dalam Sudono mengatakan ada lima tahapan dalam kemampuan membaca anak usia
dini. Kelima tahapan tersebut adalah: 1) tahap memukau anak, 2) tahap konsep
diri, 3) tahap menuju jadi pembaca, 4) tahap mulai berani baca tulis sendiri,
5) tahap membaca mandiri.[25]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pada tahap awal anak mulai senang dengan
buku, pada tahap dua, anak beranggapan bahwa dirinya sudah pandai membaca. Pada tahap tiga ini anak sudah sadar huruf
cetak, anak sudah mulai membaca beberapa kata. Pada tahap empat anak mulai
berani baca tulis, dan pada tahap lima, anak sudah mulai membaca mandiri.
Berdasarkan
pendapat dari beberapa tokoh tersebut dapat dideskripsikan bahwa dalam proses
membaca ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh anak dalam perkembangan
membaca yaitu tahap anak hanya mengenal gambar dan menyukai buku, kemudian anak
mulai melibatkan diri dalam kegiatan membaca secara spontan tanpa memahami
makna dan tujuan dari isi bacaannya. Anak mulai mengenal huruf dan
mencocokkannya dengan apa yang dilihat dengan ucapannya, lalu anak dapat
merangkai suku kata, kata dan kalimat. Setelah anak mampu merangkai kata dengan
baik, maka tahap selanjutnya yaitu anak telah mampu membaca dengan lancar.
f.
Prinsip-prinsip
Membaca
Kemampuan membaca pada
setiap individu berbeda-beda. Dalam rangka mengembangkan potensi keberbahasaan
dalam kemampuan membaca ada beberapa prinsip membaca. Beberapa prinsip yang
dimaksud adalah: 1) mengutamakan pengembangan penguasaan kosa kata, menyimak
dan berkomunikasi, 2) mendeteksi/melacak kemampuan awal anak dalam berbahasa,
3) merencanakan kegiatan bermain dan alat permainan, 4) mengkomunikasikan
kegiatan keberbahasaan anak pada orang tua, 5) menentukan sarana permainan yang
diambil dari lingkungan sekitar, 6) menggunakan perpustakaan sebagai sarana
yang dapat merangsang dan menumbuhkan minat baca anak, 7) menata lingkungan
kelas dengan berbagai kosa kata dan nama benda, 8) menggunakan gambar-gambar
sederhana untuk mengenalkan berbagai bentuk kata atau kalimat sederhana.[26]
Dengan demikian dapat
dideskripsikan bahwa dalam kegiatan membaca ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan guru maupun orang tua, yang harus diutamakan dalam kegiatan
membaca adalah penguasaan kosa kata, kemampuan menyimak dan berkomunikasi
dengan cara mendeteksi kemampuan awal anak dalam berbahasa dengan merencanakan
kegiatan membaca yang menyenangkan. Sesuai dengan prinsip pembelajaran di Taman
Kanak-kanak, maka penyajiannya dapat dilakukan dengan cara bermain dan
permainan menggunakan gambsar-gambar yang dikenal anak untuk mengenalkan bentuk
kata atau kalimat sederhana.
Untuk menarik perhatian dan minat membaca
anak, perlu adanya rangsangan. Torrey menyatakan empat prinsip pembelajaran
membaca yaitu:
“1)they
have tried to provide external stimuli that would attract attention and
interest to appropriate material and make possible guide discovery principles,
2) in everycase the meaning of written material has been emphasized as much as
possible and as early as possible, 3) it is has been a policy in all this
attempts to avoid coercion. Younger children have been given a free choice
whether to learn reading it all, so that those who learned couldbe said to have
done it on their own initiative even though they were in training situation, 4)
systematic attempts have been to keep the children active rather than passively
receptive”.[27]
Berdasarkan
keempat prinsip pembelajaran membaca dapat dideskripsikan bahwa dalam kegiatan
membaca, anak perlu diberikan rangsangan eksternal yang akan menarik perhatian
dan minat anak. Anak diberikan kebebasan untuk melakukannya atas inisiatif
mereka sendiri meskipun anak dalam situasi latihan, upaya sistematis membuat
anak aktif bukan pasif dalam penerimaannya, sehingga kegiatan ini menjadi kegiatan
yang menyenangkan. Jika anak memiliki rasa senang membaca, akan lebih mudah
untuk dibimbing dalam kegiatan membaca yang lebih kompleks.
2.
Kompetensi
Pengembangan Berbahasa di TK Kelompok A
Ruang lingkup
pembelajaran membaca di TK masuk dalam bidang pengembangan bahasa dan pengembangan
kognitif , mengacu pada peraturan menteri pendidikan republik Indonesia nomor
58 tahun 2009. Pada penelitian ini dikhususkan pada materi kemampuan bahasa
pada semester II. Khususnya pada kemampuan membaca dengan tingkat pencapaian
sebagai berikut: mengulang kalimat sederhana, menyebut kata-kata yang dikenal,
mengenal simbol-simbol, dan mengenal lambang huruf.[28] Hal tersebut dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel
1. Pengembangan Berbahasa dan Kognitif Tk Kelompok A
Tingkat
Pencapaian Perkembangan
|
Capaian
Perkembangan
|
Indikator
|
Bidang
Pengembangan Bahasa
|
||
Mengungkapkan Bahasa
|
||
Mengulang kalimat sederhana
|
Mengulang kalimat sederhana
|
· Menirukan
kalimat yang disampaikan secara sederhana
· Mengulang
kembali kalimat sederhana
|
Menyebutkan kata-kata yang dikenal
|
Menyebutkan kata-kata yang dikenal
|
· Menyebutkan
kembali kata-kata yang baru didengar
· Menyebutkan
kata-kata yang mempunyai suku kata awal yang sama. Misal kaki-kali, atau
· Menyebutkan
kata-kata yang mempunyai suku kata akhir yang sama. Misalnya nama-sama dll
· Menyebutkan
nama benda yang diperlihatkan
· Membaca
buku cerita bergambar yang memiliki kalimat sederhana dan men-ceritakan isi
buku dengan menunjukkan beberapa kata yang dikenal
|
Keaksaraan
|
||
Mengenal simbol-simbol
|
Mengenal simbol-simbol
|
· Menghubungkan
gambar benda dengan kata
· Menghubungkan
dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya
|
Bidang
Pengembangan Kognitif
|
||
Konsep Bilangan, Lambang Bilangan dan
Huruf
|
||
Mengenal lambang huruf
|
Mengenal lambang huruf
|
· Menunjuk
lambang huruf di lingkungan sekitar anak
· Menghubungkan
gambar/benda dengan lambang huruf
· Membaca
gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana\
|
Program pengembangan membaca di Taman Kanak-kanak
dapat dilaksanakan selama batas-batas aturan pada prinsip dasar pendidikan TK.
Pengembangan berbahasa bertujuan agar anak mampu mengungkapkan pikiran melalui
bahasa yang sederhana secara tepat, mampu berkomunikasi secara efektif dan
membangkitkan minat untuk dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.[29]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pengembangan berbahasa bertujuan agar
anak mampu mengungkapkan pikirannya agar mampu berkomunikasi dan dapat membangkitkan minat anak agar dapat
berbahasa dengan baik dan benar.
3.
Karakteristik
Minat Membaca Anak Usia 4-5 Tahun
Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang
anak untuk mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya. Anak-anak yang
memiliki kemampuan berbahasa yang baik pada umumnya memiliki kemampuan yang
baik pula dalam mengungkapkan pikiran, perasaan serta tindakan interaktif
dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa ini tidak selalu didominasi oleh
kemampuan membaca saja, tetapi juga terdapat sub potensi lainnya yang memiliki
peranan yang lebih besar. Kemampuan lain
seperti penguasaan kosa kata, pemahaman (mendengar, menyimak) dan
kemampuan berkomunikasi.
Pada usia TK (4-6 tahun), perkembangan kemampuan
berbahasa anak ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut: 1) mampu
menggunakan kata ganti saya dalam berkomunikasi, 2) memiliki perbenda-haraan
kata kerja, kata sifat, kata keadaan,
kata tanya dan kata sambung, 3) menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang
sesuatu, 4) mampu mengungkapkan pikiran, perasaan dan tindakan dengan
menggunakan kalimat sederhana, 5) mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu
melalui gambar.[30]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pada usia 4-6 Tahun memiliki
perkembangan kemampuan berbahasa yang cepat dalam kemampuan berbahasa, dapat
berpartisipasi dalam suatu percakapan, dapat melakukan peran sebagai
pendengaran yang baik, karena sudah memiliki berbagai pendaharaan kata,
menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu, mampu mengungkapkan
pikiran, perasaan dan tindakan dengan mengguankan kalimat sederhana. Hal ini
sangat membantu anak dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dan membuat anak
lebih mudah diterima oleh kelompok teman sebayannya.
Mengajarkan membaca kepada anak dapat dilakukan
sedini mungkin dengan cara yang mengasyikkan. Anak tidak harus merasa terbebani
dengan keharusannya belajar membaca yang dipaksakan. Untuk mewujudkan hal
tersebut maka diperlukan pula pembelajaran membaca permulaan pada anak usia 4-5
tahun. Pembelajaran tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek-aspek
perkembangan anak, karakteristik anak serta metode maupun strategi yang sesuai dengan usia anak.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mallquist yang
menyatakan bahwa: many research studies
and ascertained that many children lack of success in the beginning stage of
learning to read could be traced directly to inadequate or nonexistent
reinforcement of expressive and receptive language skills in the early,
formative years.[31]Sesuai
dengan pendapat Mallquist tersebut, banyak penelitian studi dipastikan bahwa
banyak anak tidak memiliki keberhasilan dalam tahap awal belajar dan kurangnya
penguatan yang diberikan sehingga kemampuan bahasa tidak ada pada tahun-tahun
formatif anak, maka pembelajaran membaca di Taman Kanak-kanak harus benar-benar
dilaksanakan dengan sistematis, artinya sesuai dengan kebutuhan, minat,
perkembangan dan karakteristik anak. Proses pembelajaran, alat-alat permainan
(media pembelajaran) yang digunakan harus memperhatikan hal ini.
Menurut
Bronson dalam Musfiroh menyatakan bahwa
anak usia 4 tahun mulai menunjukkan minat aktivitas literasi seperti mengeja
huruf dan bunyi, menjiplak huruf, dan aktivitas lain yang berkaitan dengan
membaca.[32]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pada usia 4 tahun, anak sudah
menunjukkan minat membaca, hal ini dapat dilihat dari aktivitas literasi anak.
Pada usia ini anak sudah mulai dapat mengeja huruf, menyebutkan bunyi,
menjiplak huruf, dan aktivitas yang lainnya yang berkaitan dengan membaca.
4.
Bermain
Kartu Bergambar
a. Pengertian Bermain
Anak-anak identik
dengan dunia bermain, karena bermain adalah dunia anak, dunia yang penuh dengan
kegembiraan, keceriaan, penuh dengan canda dan tawa, hal ini merupakan ciri khas
dari dunia anak, Menurut Hurlock dalam Musfiroh bermain adalah kegiatan yang
dilakukan atas dasar suatu kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.
Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari
pihak luar.[33]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa ketika bermain anak melakukannya secara
suka rela tanpa paksaan ataupun intervensi dari luar, tanpa mempertimbangkan
hasil akhir ataupun prestasi setelah bermain, yang dilakukan hanya atas dasar
kesenangan.
Kegiatan bermain lebih
menekankan pada situasi yang menyenangkan dan menggembirakan baik dilakukan
dengan alat atau tanpa menggunakan alat, ketika bermain diharapkan anak
mendapat pengalaman-pengalaman baru, karena pada saat bermain anak diberikan
kesempatan yang lebih banyak untuk bereksplorasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi selain itu anak dapat juga mengembangkan dan membentuk daya
imajinasinya.
Seperti yang
dikemukakan oleh Sudono bahwa, bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan
dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau
memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada
anak.[34] Berdasarkan pernyataan Sudono dapat
dijelaskan bahwa dalam bermain anak melakukan nya tanpa paksaan melainkan
kemauan dari diri sendiri sehingga dapat memberikan kesenangan serta dapat
mengembangkan imajinasi anak.
Mayke dalam Sudono
menyatakan bahwa belajar dengan bermain memberi kesempatan kepada anak untuk
memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi, mempraktekkan,
dan mendapatkan bermacam-macam konsep serta pengertian yang tidak terhitung
jumlahnya.[35]
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat bermain, anak
mendapatkan banyak pengalaman yang sebelumnya belum pernah anak rasakan. Dari
memanipulasi, mengulang-ngulang, bereksplorasi, memprak-tekkan, hingga
menemukan sendiri bermacam-macam konsep serta pengertian yang tak terhitung
jumlahnya, sehingga dapat memperkaya pengalaman anak.
Rahmawati menyatakan
ada tiga pengertian bermain yang dapat diindikasikan melalui beberapa kriteria,
pertama: bermain secara pribadi
dimotivasi oleh kepuasan yang melekat pada kegiatan itu sendiri dan tidak
diatur oleh kebutuhan dasar, dorongan-dorongan atau tuntutan soaial, kedua: anak lebih tertarik pada kegiatan
bermain dari pada upaya untuk mencapai hasil, ketiga: bermain muncul pada waktu memainkan benda-benda yang sudah
dikenal atau dengan cara mengeksplorasi benda-benda baru yang belum dikenalnya.[36]
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa pada saat anak bermain
anak memperoleh kepuasan dengan melakukan kegiatan itu dan bukan karena
dituntut oleh lingkungan sosialnya. Keberhasilan merupakan bagian dari kegiatan
itu sendiri, yang dilakukan secara spontan.
Dari beberapa pendapat
diatas, dapat dideskripsikan pengertian bermain adalah kegiatan yang dilakukan
atas dasar suatu kesenangan dengan suka rela, tanpa paksaan dan tekanan dari
pihak luar dengan atau tanpa menggunakan alat untuk menjajaki dirinya dan
lingkungannya dengan cara-cara yang beragam melalui memanipulasi,
mengulang-ngulang, berekplorasi, mempraktekkan, menemukan sendiri dan
mendapatkan konsep serta pengertian yang tidak terhitung jumlahnya. Dengan
memainkan benda-benda yang sudah dikenalnya
ataupun dengan cara mengeksplorasi benda-banda
yang belum dikenalnya.
b. Tahapan-tahapan Bermain
Parten
dalam Santrock menekankan kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi, karena
pada saat bermain anak melakukan interaksi dengan teman bermainnya. Adapun
tahapan bermain menurut Parten adalah sebagai berikut: (1)Unoccupired play, (2) Solitary play (bermain sendiri), (3) Onlooker play (pengamat), (4) Parralel play (bermain paralel), (5) Assosiative play (bermain asosiatif), (6) Cooperative play (bermain bersama).[37]
Berdasarkan tahapan bermain yang di kemukakan Parten dapat dijelaskan bahwa
kegiatan bermain, memiliki tahapan dari
anak bermain dengan sensori motornya, lalu anak mulai bermain sendiri tanpa
adanya interaksi dengan anak lainnya, hingga anak mampu bermain bersama-sama.
Tahapan
bermain menurut Rubin, Fein dan Vanderbreg dalam Suryadi adalah: (1) Bermain
Fungsional (Functional play), (2)
Bangun Membangun (Constructive play),
(3) Bermain Pura-pura (make-believe play),
(4) Permainan dengan peraturan (Game with
rules).[38]
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa tahapan bermain menurut Rubin, Fein dan Vanderbreg bermain
bersifat dari bermain yang sederhana
yang tidak memiliki peraturan, hingga bermain dengan menggunakan
peraturan. Bermain dari bersifat eksploratif, menyusun atau membangun,
menggunakan khayal dan bermain dengan aturan.
Piaget
dalam Saputra menyatakan tahapan bermain sebagai berikut: (1) Sensory motor play, (2) Symbolic atau Make belive
play, (3) Social Play Games with Rules,
(4) Games with Rules dan Sports.[39]
Berdasarkan uraian tersebut dapat
dipahami bahwa tahapan bermain yang dikemukakan oleh Piaget adalah
bermain dengan menggunakan panca indranya, lalu bermain dengan menggunakan
symbol-simbol atau dengan bermain pura-pura. Pada tahap akhir tahapan dalam kegiatan bermain
adalah anak sudah memahami dan bersedia mematuhi peraturan-peraturan yang ada
sesuai dengan kesepakatan.
Berdasarkan
uraian yang di kemukakan oleh beberapa ahli tersebut dapat dideskripsikan bahwa
tahapan bermain bersifat dari yang sederhana hingga menggunakan aturan-aturan
permainan berdasarkan jenjang usia sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
Dari tahapan bermain tersebut, diharapkan dapat dilalui oleh anak, sehingga
dengan melalui tahapan-tahapan bermain, anak dapat mencapai perkembangan yang
optimal.
c. Manfaat Bermain
Bermain mempunyai
manfaat yang besar bagi perkembangan anak. Mayke mengemukakan manfaat bermain
sebagai berikut :
“(1) manfaat bermain
untuk perkembangan fisik, (2) untuk perkembangan aspek motorik kasar dan
motorik halus, (3) untuk perkembangan aspek sosial, (4)
untuk perkembangan aspek emosi
atau kepribadian, (5) untuk
perkembangan aspek kognisi, (6) untuk mengasah ketajaman pengindraan, (7) untuk mengembangkan
keterampilan olah raga dan menari, (8) pemanfaatan bermain oleh guru, (9)
pemanfaatan bermain sebagai media terapi, (10) pemanfaatan bermain sebagai
media intervensi”.[40]
Dari pernyataan
tersebut dapat dijelaskan bahwa manfaat bermain menurut Mayke dapat
mengembangkan aspek fisik dan motorik, sosial emosional dan kognitif anak,
bermain dapat juga melatih ketajaman indera anak, selain itu dengan bermain
anak dapat mengembangkan keterampilan dalam bidang olah raga dan seni, bermain
dapat dijadikan terapi tingkah laku anak. Karena pada saat anak bermain, anak
akan menemukan pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah
dialaminya. Sehingga anak akan belajar
dari pengalaman yang didapatnya. Bermain juga dapat dijadikan sebagai media
intervensi.
d.
Karakteristik Bermain
Bermain sangat penting
bagi kehidupan anak. Penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui
bermain anak dapat melepaskan ketegangan yang dialami karena banyaknya
larangan-larangan dalam hidup sehari-hari. Larangan-larangan terserbut tidak
sesuai dengan karakteristik perkembangan anak dan karakteristik bermain. Karena
masa usia dini adalah masa anak untuk bermain, dunianya adalah dunia bermain.
Menurut Musfiroh
karakteristik bermain adalah; !) menyenangkan dan menggembirakan bagi anak, 2)
bermain muncul dari anak bukan paksaan orang lain, 3) anak melakukan karena
spontan dan suka rela, 4) anak menetapkan aturan main, 5) anak berlaku aktif. [41]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa bermain yang dilakukan oleh anak
hendaknya yang menyenangkan. Anak bermain dengan kemauan sendiri tanpa
intervensi dari orang lain, secara suka rela dan spontan dengan aturan yang
bisa dibuat sendiri sehingga anak terlihat aktif tidak pasif.
Jeffree, Mc Conkey dan
Hewson dalam Sujiono berpendapat bahwa terdapat enam karakteristik kegiatan
bermain pada anak yang perlu dipahami yaitu: muncul dari dalam diri anak, harus
bebas dari aturan yang mengikat, aktivitas nyata atau sesungguhnya, harus
difokuskan pada proses dari pada hasil, harus didominasi oleh pemain,
melibatkan peran aktif dari pemain.[42]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa bermain dilakukan dengan kesukarelaan,
bukan paksaan. Sehingga menyenangkan, mengasyikkan dan menggairahkandan
melibatkan partisipasi aktif baik fisik ataupun mental agar mendapatkan
keterampilan baru.
Berdasarkan pernyataan
tersebut diatas dapat dideskripsikan
bahwa karakteristik bermain harus bebas dari aturan-aturan yang membuat
anak terikat dengan aturan-aturan permainan, peraturan boleh diadakan tetapi
atas kesepakatan bersama dan dibuat secara bersama-sama, bermain dilakukan oleh
anak dengan memainkan beberapa tokoh yang pernah dijumpainya dan seolah-olah
anak berperan dalam kehidupannya sesuai dengan imajinasinya, bermain lebih
memfokuskan pada perbuatan atau pengalaman anak pada saat bermain, bukan pada
hasil akhir dalam permainan, dengan bermain anak diharapkan melakukan interaksi
dengan melibatkan teman atau orang dewasa dilingkungannya.
5.
Pengertian
Kartu Bergambar
Anak akan lebih mudah
dan senang belajar jika suatu pembelajaran dilakukan dengan cara-cara yang
menyenangkan, untuk itu sangat tepat jika mengajarkan membaca dengan cara
bermain melalui mainan. Salah satunya adalah bermain kartu bergambar. Kartu
bergambar adalah salah satu media yang dapat melatih daya pikir anak. Kartu
bergambar dapat dipergunakan untuk mengenalkan konsep-konsep huruf.
Menurut pengertian umum
kartu adalah kertas tebal yang tidak seberapa besar berbentuk persegi panjang
atau persegi. Smedley mengemukakan bahwa kartu sangat bermanfaat pada tahap
awal belajar.[43]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa manfaat dari bermain kartu adalah anak
dapat mengenal simbol secara konkret melalui gambar yang ada di dalam kartu tersebut.
Bentuk dan ukuran kartu disesuai dengan kebutuhan serta disesuaikan dengan
kebutuhan dengan karakteristik dan perkembangan usia anak. Gambar merupakan
bahasa yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana.[44]
Hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan seharti-hari, anak banyak menjumpai
beraneka gambar yang memiliki arti dan tafsiran sendiri-sendiri.
Selain mempunyai arti,
uraian dan tafsiran sendiri, gambar juga memiliki nilai: 1) gambar bersifat
konkret, nyata terlihat, 2) mampu menguasai keterbatasan ruang, waktu dan
kemampuan daya indera manusia, 3) dapat digunakan menjelaskan sesuatu masalah,
4) merupakan media yang mudah didapat dan murah, 5) mudah digunakan baik secara
individual, kelompok, klasikal, seluruh kelas atau sekolah.[45]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa gambar adalah media yang bedrsifat
konkret, mampu menguasai keterbatasan manusia, dapat menjelaskan sesuatu
masalah selain itu mudah didapat dan mudah digunakan.
Kartu bergambar dapat
dipergunakan untuk mengenalkan konsep membaca permulaan pada anak usia 4-5
tahun dengan gambar-gambar sebagai objeknya dan dituliskan. Kartu bergambar
dapat dipergunakan dan dimodifikasi menjadi kartu bergambar huruf, kartu kata,
kartu kalimat, kartu arah dan kartu bergambar puzzle yang dimaksudkan agar
lebih jelas, menarik perhatian anak dan disesuaikan dengan tema yang bervariasi
terkait dengan kehidupan sehari-hari.yang disajikan dalam kombinasi warna yang
menarik dan mencolok.[46]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa agar menarik perhatian anak, kartu
bergambar dapat dimodifikasi dengan gambar-gambar yang menarik dan warna yang
mencolok.
Menurut Ratnawati dalam
Susanto menyatakan permainan flashcard atau
kartu bergambar berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan membaca
permulaan, ini terjadi ketika anak harus mengenal huruf, proses pemahaman
konsep huruf akan memudahkan anak untuk lebih cepat memahaminya.[47]
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa permainan kartu bergambar dapat
meningkatkan kemampuan membaca permulaan karena konsep yang diajarkan dalam
bentuk konkret dengan gambar dan warna yang menarik, sehingga anak termotivasi
untuk belajar membaca.
Berdasarkan uraian
tersebut diatas dapat dideskripsikan bahwa permainan kartu bergambar adalah
salah satu media yang dapat melatih daya pikir anak. Dengan kartu bergambar
anak dapat bereksplorasi dan mencari informasi tentang segala sesuatu yang
belum diketahui oleh anak. Kartu bergambar adalah kartu berbentuk
persegi/persegi panjang yang didalamnya terdapat tulisan dan gambar yang
digunakan untuk mengenalkan konsep huruf pada anak sehingga anak dapat
mengembangkan kemampuan membacanya.
a.
Fungsi
Kartu Bergambar
Permainan
kartu bergambar sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, karena permainan
kartu bergambar sangat membantu guru dalam memperjelas makna atau materi
pembelajaran dan membantu anak untuk memahami pesan yang akan disampaikan oleh
guru. Menurut Sudjana dan Rivai dalam
Winda, menyatakan bahwa fungsi kartu bergambar adalah, untuk memperkenalkan,
membentuk, memperkaya, serta memperjelas pengertian atau konsep abstrak kepada
anak, mengembangkan sikap-sikap yang dikehendaki dan mendorong kegiatan anak
lebih lanjut.[48]
Dengan demikian fungsi kartu bergambar adalah agar anak dapat memahami pesan
yang disampaikan guru melalui gambar-gambar yang penuh warna sehingga
mempermudah pemahaman anak pada konsep-konsep abstrak.
b.
Langkah-langkah
Bermain Kertu Bergambar
Permainan
kartu bergambar dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) rapihkan
meja dan kosongkan, 2) katakan kepada anak akan melakukan kegiatan membaca
dengan bermain kartu bergambar, 3) kartu-kartu ditebar atau disebar di atas
meja dengan posisi kartu yang bagian muka terlihat (yang terdapat gambar), 4)
guru meminta anak mencari kartu-kartu bergambar sesuai dengan yang diminta oleh
guru atau sesuai instruksi guru, misalnya: guru meminta anak mencari gambar
hewan ayam dengan huruf depannya “a !”. [49] Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
langkah-langkah dalam permainan kartu bergambar dapat disesuaikan dengan
kemampuan dan materi apa yang akan diajarkan kepada anak.
Permainan
kartu bergambar mempunyai pengaruh terhadap kemampuan membaca anak usia 4-5
tahun. Permainan ini mengajarkan anak mengenal konsep huruf dengan cepat,
karena dilakukannya dengan cara bermain sehingga sangat menyenangkan bagi anak.
Selain itu minat anak terhadap kemampuan membaca berkembang dengan
bereksplorasi dengan menggunakan huruf, suku kata dan kata yang dapat dirangkai
menjadi satu kalimat, hal tersebut dapat disajikan secara nyata.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, diharapkan
kegiatan bermain kartu bergambar dapat meningkatkan minat membaca anak usia 4-5
tahun di TK Islam Al Kahfi
Babakan Kabupaten Cirebon.
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan acuan teori
rancangan alternatif atau disain alternatif intervensi tindakan yang dipilih
dan pengajuan perencanaan tindakan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya,
maka rumusan hipotesis penelitian tindakan ini adalah: “Minat membaca anak usia
4-5 tahun di TK Islam Al Kahfi
Babakan Kabupaten Cirebondiduga dapat ditingkatkan melalui
kegiatan bermain kartu bergambar”.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Tempat
dan Waktu Penelitian
1.
Tempat
Penelitian
Penelitian dilaksanakan
di TK Islam Al Kahfi Babakan
Kabupaten Cirebon. Berdasarkan observasi dan wawancara
peneliti menemukan di sekolah tersebut sebagian anak dalam minat membacanya
masih rendah, anak terlihat kurang bersemangat dan kurang tertarik dalam
kegiatan membaca. Alas an peneliti memilih TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebonsebagai
tempat penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya membuat peneliti
memilih sekolah ini sebagai tempat
penelitian untuk meningkatkan minat membaca anak melalui kegiatan bermain kartu bergambar.
2.
Waktu
Pelaksanaan Penelitian
Waktu penelitian ini
dilaksanakan pada semester satu
tahun pelajaran 2016-2017, pada bulan Desember2016
Tabel 2. Jadwal Perencanaan
Penelitian
No
|
Perkiraan Waktu Pelaksanaan
|
Kegiatan
|
1
|
Juli,
Agustus,September 2016
|
Observasi Pra Penelitian
|
2
|
Bulan November
|
Uji Coba Instrument penelitian
|
3
|
Bulan Desember
|
Pengumpulan Data, Pengolahan Data dan
Laporan Hasil Penelitian
|
B.
Subjek/Partisipan
yang Terlibat dalam Penelitian
Subjek dalam penelitian
ini adalah siswa kelas A di Islam
Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebonyang berusia 4-5 tahun
sebanyak 5
siswa. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kriteria siswa yang mengalami
rendahnya minat membacaanak. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah
peneliti sendiri yang juga bertindak sebagai pelaksana
tindakan. Sementara itu, dalam penelitian ini bertindak sebagai pengamat,
melibatkan teman sejawat yang juga
berperan
sebagai kolaborator.
C.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah non tes, yaitu dengan
menggunakan pengamatan (observasi).
Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengambilan data) untuk memotret seberapa
jauh efek tindakan telah mencapai sasaran.[50]
Berdasarkan keterlibatan peneliti dalam penelitian tindakan ini, maka jenis
observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan.
Dalam observasi
partisipan, pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
oleh subjek yang diteliti, seolah-olah merupakan bagian dari mereka.[51]
Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik observasi terstruktur. Dalam
observasi terstruktur ini, peneliti dan mitra peneliti (kolaborator) terlebih
dahulu menyetujui kriteria yang diamati, selanjutnya si observer tinggal
menghitung berapa kali jawaban, tindakan, atau sikap siswa yang sedang diteliti
itu ditampilkan.[52]
Pada pelaksanaannya pedoman diserahkan kepada observer (peneliti) yang
melakukan pengamatan minat membaca anak
melalui kegiatan bermain kartu bergambar. Pedoman ini digunakan untuk menjaring
data tentang peningkatan minat membaca kelompok A TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon
Dalam pengisian lembar
observasi, pengamat memberikan data cek list (v) pada skala kemunculan minat
membaca yang sesuai. Model yang digunakan adalah skala Likert, yaitu mengukur
sikap seseorang terhadap objek-objek tertentu. Setiap butir indikator diberikan
tanda cek list (v) pada kolom sering muncul, muncul, jarang muncul, tidak
pernah muncul, Setiap butir indikator skor sesuai 1-4 sesuai dengan tingkat
jawabannya.
Tabel 3. Skala Kemunculan Minat Membaca Anak
No
|
Pilihan
Jawaban
|
Skor
|
1
|
Sering Muncul
|
4
|
2
|
Muncul
|
3
|
3
|
Jarang Muncul
|
2
|
4
|
Tidak Pernah Muncul
|
1
|
Penilaian ketentuan
intensitas skala kemunculan yang diberikan yaitu:
Tabel 7. Ketentuan Intensitas Skala Kemunculan
No
|
Pilihan
Jawaban
|
Skor
|
1
|
Sering Muncul
|
Skor 4 apabila sikap yang diamati
muncul sebanyak 3 kali
|
2
|
Muncul
|
Skor 3 apabila sikap yang diamati
muncul sebanyak 2 kali
|
3
|
Jarang Muncul
|
Skor 2 apabila sikap yang diamati
muncul sebanyak 1 kali
|
4
|
Tidak Pernah Muncul
|
Skor 1 apabila sikap yang diamati
tidak muncul
|
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Penelitian
Dari hasil pengamatan
yang telah dilakukan, dapat dideskripsikan data hasil penmgamatan efek/hasil
intervensi tindakan pada setiap siklus sebagai berikut:
Pada saat guru mengenalkan kegiatan membaca
permulaan, anak kurang memperhatikan penjelasan guru, masih ada beberapa anak
yang sibuk dengan dirinya sendiri, selain itu ada juga anak yang asik mengobrol
dengan temannya. Anak terlihat kurang bersemangat, nampak anak kurang tertarik
pada kegiatan membaca. Selain perhatian yang rendah, keinginan anak untuk aktif
dalam kegiatan membaca juga rendah. Ada beberapa anak yang masih sulit untuk
mengenal huruf atau mengenal simbol-simbol, menyebutkan kata-kata yang
mempunyai suku kata awal yang sama atau suku kata akhir yang sama, menyebutkan
kata-kata yang dikenal, dan mengulang kalimat sederhana. Hal tersebut
dikarenakan kurangnya media dan sumber belajar yang digunakan dalam pengenalan
huruf dan kata, dalam pembelajaran membaca dan mengenalkan huruf, media yang
digunakan oleh guru, kurang menarik, guru hanya menuliskan huruf a-z dipapan
tulis dengan spidol, sehingga kurang menarik perhatian anak.
Setelah dilakukan
identifikasi masalah yang berkaitan dengan minat membaca di kelas A TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon,
selanjutnya peneliti bersama kolaborator
menyusun program tindakan yang akan diberikan dalam mengatasi
permasalahan minat membaca siswa kelas A di sekolah tersebut. Selain itu
peneliti juga mempersiapkan instrumen yang akan dipergunakan, yakni dalam
bentuk pedoman observasi yang digunakan untuk menjaring data hasil penelitian
yaitu minat membaca siswa kelas A. Untuk
itu sebelumnya peneliti meminta pendapat ahli (expert judgement), yaitu seorang paedagog untuk menilai instrument
yang akan digunakan pada awal dan akhir tindakan dalam penelitian.
Hasil dari observasi
yang telah diperoleh, dapat dijadikan dasar untuk melaksanakan penelitian
tindakan, yaitu dengan kegiatan bermain kartu bergambar. Penerapan kegiatan
bermain kartu bergambar ini diharapkan dapat memberikan pengaruh dalam upaya
meningkatkan minat membaca anak di kelas A TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon.:
Tabel 4. Data Pra Penelitian Minat
membaca
No
Responden
|
Prosentase
|
1
|
51.39%
|
2
|
47.91%
|
3
|
48.61%
|
4
|
46.52%
|
5
|
52.08%
|
Jumlah
|
246.51%
|
Rata-rata Kelas
|
49.30%
|
2.
Siklus I
Pada siklus I tindakan
yang diberikan dilakukan secara bertahap selama dua kali pertemuan sejak tanggal 1-2 Desember 2016, setiap kali pertemuan
berlangsung selama 1x45 menit. Sebelum melakukan tindakan, peneliti bersama
kolaborator mendiskusikan program tindakan yang akan dilakukan. Selain itu
peneliti mempersiapkan instrumen pemantau tindakan dan alat dokumentasi berupa
kamera digital. Berikut ini deskripsi penerapan minat membaca melalui kegiatan
bermain kartu bergambar, pada setiap pertemuan yang dilakukan dimulai dari
perencanaan hingga refleksi.
a.
Perencanaan (planning)
Peneliti
melakukan penelitian dengan perencanaan sebagai berikut:
1) Membuat
satuan perencanaan tindakan yang akan diberikan kepada anak. Pemberian tindakan
ditekankan pada kegiatan bermain kartu bergambar dalam rangka meningkatkan
minat membaca anak kelompok A. Satuan perencanaan disusun berdasarkan tujuan
kegiatan, media dan alat pengumpul data yang terdiri dari 6 kali pertemuan @ 45
menit berdasarkan kesepakatan peneliti bersama kolaborator.
2) Mempersiapkan
media dan alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan tindakan yang akan diberikan
yang akan dimainkan oleh anak, seperti alat-alat perlengkapan kartu huruf
bergambar, kartu suku kata, kartu kata bergambar, dan buku cerita.
3) Menyiapkan
alat pengumpul data berupa catatan lapangan, lembar pedoman observasi dan
dokumentasi.
b.
Tindakan (Acting)
Adapun tindakan pada
siklus I yang akan diberikan kepada anak kelas A TK Islam
Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebonadalah sebagai berikut
Tabel
5. Pelaksanaan Kegiatan Siklus I
No
|
Hari/Tanggal
|
Pertemuan
|
Kegiatan
|
1
|
Kamis,
1Desember 2016
|
I
|
Bermain kartu bergambar dengan materi:
“ Menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf ”
|
2
|
Jum’at,
2 Desember 2016
|
II
|
Bermain kartu bergambar dengan materi:
“ Mengenal lambang huruf “
|
Pelaksanaan tindakan
dilakukan selama 45 menit dengan urutan kegiatan awal selama 5 menit, kegiatan
inti berlangsung 30 menit dengan penutup
10 menit. Pengamatan atas kinerja guru dilapangan sangat diperlukan dalam
penelitian ini. Pengamatandilaksanakan pada saat pelaksanaan tindakan kelas
oleh observer dan kolaborator dengan panduan instrument sebanyak12 butir
pernyataan. Peneliti bersama kolaborator melakukan analisis proses sejauh mana aktivitas
guru dalam melakukan tindakan.
1.
Pertemuan
1
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Kamis,
tanggal 1 Desember 2016
pukul 08.00-11.00 WIB di Sentra persiapan di TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon.
Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator
bertemu terlebih dahulu untuk mempersiapkan media yang akan digunakan dalam
pembelajaran membaca dengan kartu bergambar.
Peneliti bersama kolaborator mengkondisikan
anak-anak dengan duduk membentuk setengah lingkaran. Peneliti mempersiapkan
media yang akan digunakan yaitu kartu huruf bergambar, kartu suku kata
bergambar, kartu kata bergambar, dan buku cerita. Sebelum kegiatan berlangsung
anak-anak berdoa bersama-sama, mengucapkan salam, mengucapkan ikrar,
dilanjutkan bercakap-cakap tentang materi kegiatan pada pertemuan hari ini.
Peneliti memberikan penjelasan bagaimana cara dan aturan bermain kartu
bergambar. Adapun meteri pembelajaran pada hari ini adalah “Menghubungkan
gambar/benda dengan lambang huruf ”
Pada saat peneliti memberikan penjelasan nampak anak
sangat konsentrasi mendengarkan penjelasan peneliti tentang materi pada hari
ini. Peneliti memperlihatkan media yang akan digunakan kepada anak-anak berupa
buku cerita, kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar dan kartu kata
bergambar. Kemudian anak dipersilahkan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
penjelasan peneliti yaitu menghubungkan gambar/benda sesuai dengan lambang
huruf.
Pada akhir kegiatan, peneliti mengadakan Tanya jawab
tentang gambar/benda dan lambang huruf yang telah diajarkan. Pada pertemuan
pertama, nampak anak masih belum mampu menghubungkan gambar/benda dengan
lambang huruf. Namun hal tersebut dapat ditangani. Masih banyak anak yang
memerlukan bantuan peneliti, sehingga pada pertemuan pertama anak masih banyak
yang memerlukan bantuan. Untuk memotivasi anak, peneliti memberikan reward kepada anak, yaitu anak diminta
mengambil satu huruf yang mereka sukai untuk dibawa pulang. Tujuannya agar anak
dapat mengenal huruf yang telah diberikan peneliti kepadanya.
2.
Pertemuan
2
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Jum’at 2 Desember 2016 pukul 08.00-11 WIB di
Sentra persiapan di TK Islam Al Kahfi
Babakan Kabupaten Cirebon. Sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator bertemu terlebih dahulu untuk
mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran membaca dengan kartu
bergambar. Peneliti bersama kolaborator mengkondisikan anak-anak dengan duduk
membentuk setengah lingkaran. Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan
yaitu berupa kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar, kartu kata
bergambar, dan buku cerita. Sebelum kegiatan berlangsung anak-anak berdoa
bersama-sama, mengucapkan salam, mengucapkan ikrar, dilanjutkan bercakap-cakap
tentang materi kegiatan pada pertemuan hari ini. Peneliti memberikan penjelasan
bagaimana cara dan aturan bermain kartu bergambar. Adapun meteri pembelajaran
pada hari ini adalah “Mengenal lambang huruf“.
Pada saat peneliti memberikan penjelasan nampak anak
sangat konsentrasi mendengarkan penjelasan peneliti tentang materi pada hari
ini. Peneliti memperlihatkan media yang akan digunakan kepada anak-anak berupa
buku cerita, kartu huruf bergambar, kartu suku kata bergambar dan kartu kata
bergambar. Kemudian anak dipersilahkan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
penjelasan peneliti yaitu mengenal lambang-lambang huruf dengan kartu
bergambar.
Pada akhir kegiatan, peneliti mengadakan Tanya jawab
tentang mengenal lambang huruf yang telah diajarkan. Pada pertemuan kedua,
nampak anak masih belum mampu mengenal lambang huruf. Namun hal tersebut dapat
ditangani. Masih banyak anak yang memerlukan bantuan peneliti, sehingga pada
pertemuan kedua anak masih banyak yang memerlukan bantuan guru. Untuk
memotivasi anak, guru memberikan reward kepada
anak, yaitu anak diminta mengambil satu huruf yang mereka sukai untuk dibawa
pulang. Tujuannya agar anak dapat mengenal huruf yang telah diberikan peneliti
kepadanya.
anak-anak berupa buku cerita, kartu huruf bergambar,
kartu suku kata bergambar dan kartu kata bergambar. Kemudian anak dipersilahkan
untuk melakukan kegiatan sesuai dengan penjelasan peneliti yaitu menghubungkan
dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya.
c. Observasi
(Observing)
Pengamatan dilakukan
oleh observer bersama kolaborator dengan panduan instrumen minat membaca anak.
Hasil pengamatan dari siklus I, bahwa pada awal pertemuan Pada pertemuan
pertama, nampak anak masih belum mampu menghubungkan gambar/benda dengan
lambang huruf. Namun hal tersebut dapat ditangani. Pada pertemuan kedua, nampak
anak masih belum mampu mengenal lambang huruf terutama pada Nabil, Raysa,
Refan, Nisa dan Ica. Pada pertemuan ketiga, nampak masih ada beberapa anak yang
masih belum mampu menghubungkan dan
menyebutkan tulisan sederhana dengan symbol yang melambangkannya. Namun hal
tersebut dapat diatasi oleh peneliti dengan baik. Pada pertemuan keempat
ketergantungan anak kepada peneliti sudah mulai berkurang, anak sudah mulai
bisa menyebutkan kata dari suku kata awal yang sama, sehingga pada pertemuan
keempat anak yang memerlukan bantuan peneliti sudah berkurang. Pada pertemuan
kelima dan keenam ketergantungan anak kepada peneliti sudah semakin berkurang,
anak sudah mulai terbiasa bermain kartu kata bergambar, dan anak mulai
dapat membaca gambar yang memiliki
kata/kalimat sederhana, sehingga pada pertemuan keenam anak yang memerlukan
bantuan peneliti sudah berkurang. Namun untuk memotivasi anak, peneliti tetap
memberikan reward kepada anak, yaitu
anak diminta mengambil satu gambar yang memiliki kata yang mereka sukai untuk
dibawa pulang. Tujuannya agar anak dapat mengenal kata bergambar yang telah
diberikan peneliti kepadanya.
Pada siklus I yang
dilakukan dengan enam kali pertemuan, guru masih banyak memberikan stimulus
pada anak dengan mengucapkan huruf awal pertama yang harus diucapkan oleh anak
dalam membaca permulaan, karena ada beberapa anak yang masih diam tidak mau
bergerak karena keterbatasan kemampuan mengenal huruf, sehingga guru masih
banyak membimbing dan memberikan arahan kepada anak dengan cara yang
menyenangkan bagi anak. Hal ini terlihat pada saat kegiatan berlangsung, anak
terlihat senang melakukan permainan tanpa rasa takut salah dalam mengucapkan
huruf yang harus disebutkannya, walaupun masih ada beberapa anak yang masih
perlu dimotivasi namun sedikit banyak anak sudah mulai terbiasa dengan
permainan kartu bergambar. Mereka tampak sangat antusias dan bersemangat ketika
guru meminta anak untuk bermain kartu bergambar.
d.Refleksi
(Reflecting)
Bersama kolaborator
peneliti melakukan refleksi disetiap akhir pertemuan. Refleksi ini dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana dampak dari kegiatan bermain kartu bergambar
berpengaruh terhadap minat membaca serta peningkatan minat membaca anak dalam
proses pembelajaran anak. Pada pertemuan pertama, sampai pertemuan ke tiga,
nampak anak masih banyak memerlukan bantuan peneliti, Pada pertemuan keempat
sampai keenam, ketergantungan anak kepada peneliti sudah mulai berkurang, anak
sudah mulai terbiasa bermain kartu bergambar, namun peneliti tetap memberikan
reward.
Setelah pemberian
tindakan pada siklus I dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator melakukan
penghitungan suara pada hasil observasi minat membaca anak diperoleh hasil
prosentase sebesar 70.41%. Seperti yang telah disepakati jika prosentase yang
diperolah mencapai nilai minimum 75%, penelitian tidak dilanjutkan pada siklus
berikutnya. Sehubungan pada akhir siklus I diperoleh hasil 70.41%, maka penelitian
dilanjutkan pada siklus II. Berikut hasil observasi minat membaca anak pada
siklus I yang disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.
Tabel 6. Data Minat Membaca Anak
siklus I
No
Responden
|
Prosentase
|
1
|
70.83 %
|
2
|
68.65%
|
3
|
72.22%
|
4
|
66.66
%
|
5
|
74.30%
|
Jumlah
|
352.06 %
|
Rata-rata Kelas
|
70.41%
|
2.
Siklus II
Pada siklus II tindakan
yang diberikan dilakukan secara bertahap selama dua kali pertemuan sejak tanggal5-6 Desember 2016setiap kali pertemuan
berlangsung selama 1x45 menit. Sebelum melakukan tindakan, peneliti bersama
kolaborator mendiskusikan program tindakan yang akan dilakukan. Selain itu
peneliti mempersiapkan instrumen pemantau tindakan dan alat dokumentasi berupa
kamera digital. Berikut ini deskripsi penerapan minat membaca melalui kegiatan
bermain kartu bergambar, pada setiap pertemuan yang dilakukan dimulai dari
perencanaan hingga refleksi.
a. Perencanaan (planning)
Peneliti
melakukan penelitian dengan perencanaan sebagai berikut:
1) Membuat
satuan perencanaan tindakan yang akan diberikan kepada anak. Pemberian tindakan
ditekankan pada kegiatan bermain kartu bergambar dalam rangka meningkatkan
minat membaca anak kelompok A. satuan perencanaan disusun berdasarkan tujuan
kegiatan, media dan alat pengumpul data yang terdiri dari 2 kali pertemuan @ 45
menit berdasarkan kesepakatan peneliti bersama kolaborator.
2) Mempersiapkan
media dan alat peraga yang akan digunakan dalam penelitian disesuaikan dengan tindakan yang akan diberikan
yang akan dimainkan oleh anak, seperti alat-alat perlengkapan kartu huruf
bergambar, kartu suku kata, kartu kata bergambar, dan buku cerita.
3)
menyiapkan alat pengumpul data
b. Tindakan (Acting)
adapun tindakan pada siklus II yang akan diberikan
kepada anak kelas A TK Islam Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon
adalah sebagai berikut :
Tabel
7. Pelaksanaan Kegiatan Siklus II
No
|
Hari/Tanggal
|
pertemuan
|
kegiatan
|
1
|
Senin, 5 Desember 2016
|
III
|
Bermain kartu bergambar dengan materi:
“ Menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf ”
|
2
|
Selasa,6 Desember 2016
|
IV
|
Bermain kartu bergambar dengan materi:
“ Mengenal lambang huruf “
|
Pelaksanaan tindakan
dilakukan selama 45 menit dengan urutan kegiatan awal selama 5 menit, kegiatan
inti berlangsung 30 menit dengan penutup
10 menit. Pengamatan atas kinerja guru dilapangan sangat diperlukan dalam penelitian
ini. Pengamatan dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan kelas dengan panduan
instrumen. Peneliti bersama kolaborator melakukan analisis proses sejauh mana
aktivitas guru dalam melakukan tindakan.
1.
Pertemuan
ke 3
Pertemuan ketujuh
dilaksanakan pada hari Senin tanggal 5 Desember 2016 pukul 08.00-11 WIB di
Sentra persiapan di TK Islam Al Kahfi
Babakan Kabupaten Cirebon. Sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator bertemu terlebih dahulu untuk
mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran membaca dengan kartu
bergambar.
Peneliti bersama
kolaborator mengkondisikan anak-anak dengan duduk membentuk setengah lingkaran.
Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan yaitu berupa kartu huruf
bergambar, kartu suku kata bergambar, kartu kata bergambar, dan buku cerita.
Sebelum kegiatan berlangsung anak-anak berdoa bersama-sama, mengucapkan salam,
mengucapkan ikrar, dilanjutkan bercakap-cakap tentang materi kegiatan pada
pertemuan hari ini. Peneliti memberikan penjelasan bagaimana cara dan aturan
bermain kartu bergambar. Adapun meteri pembelajaran pada hari ini adalah
”Menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf”
Pada saat peneliti
memberikan penjelasan nampak anak sangat konsentrasi mendengarkan penjelasan
peneliti tentang materi pada hari ini. Peneliti memperlihatkan media yang akan
digunakan kepada anak-anak berupa buku cerita, kartu huruf bergambar, kartu
suku kata bergambar, kartu kata bergambar, dan buku cerita. Kemudian anak
dipersilahkan untuk melakukan kegiatan sesuai dengan penjelasan peneliti yaitu
menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf.
Pada akhir kegiatan,
peneliti mengadakan Tanya jawab tentang gambar/benda dan lambang huruf yang
telah diajarkan. Pada pertemuan ketujuh, nampak anak terlihat sangat antusias.
Anak terlihat sudah mulai menyukai pembalajaran membaca, Nampak anak sudah
mulai mampu menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf. Namun masih ada
beberapa anak yang masih memerlukan bantuan dan motivasi dari peneliti. Untuk
memotivasi anak, peneliti memberikan reward
kepada anak, yaitu anak diminta mengambil satu huruf yang mereka sukai.
2.
Pertemuan
4
Pertemuan kedua belas
dilaksanakan padaSelasa
tanggal6 Desember 2016
pukul 08.00-11.00
WIB di Sentra persiapan di TK Islam
Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon. Sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan, peneliti bersama kolaborator bertemu terlebih dahulu untuk
mempersiapkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran membaca dengan kartu
bergambar.
Peneliti bersama
kolaborator mengkondisikan anak-anak dengan duduk membentuk setengah lingkaran.
Peneliti mempersiapkan media yang akan digunakan yaitu berupa kartu huruf
bergambar, kartu suku kata bergambar, kartu kata bergambar dan buku cerita.
Sebelum kegiatan berlangsung anak-anak berdoa bersama-sama, mengucapkan salam,
mengucapkan ikrar, dilanjutkan bercakap-cakap tentang materi kegiatan pada
pertemuan hari ini. Peneliti memberikan penjelasan bagaimana cara dan aturan
bermain kartu bergambar. Adapun meteri pembelajaran pada hari ini adalah
“Membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana”
Pada saat peneliti
memberikan penjelasan nampak anak sangat konsentrasi mendengarkan penjelasan
peneliti tentang materi pada hari ini. peneliti memperlihatkan media yang akan
digunakan kepada anak-anak berupa buku cerita, kartu huruf bergambar, kartu
suku kata bergambar dan kartu kata bergambar. Kemudian anak dipersilahkan untuk
melakukan kegiatan sesuai dengan penjelasan peneliti yaitu membaca gambar yang
memiliki kata/kalimat sederhana.
Pada akhir kegiatan,
peneliti mengadakan Tanya jawab tentang
membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana yang telah
diajarkan. Pada pertemuan kedua belas, anak sudah mulai terbiasa bermain kartu
kata bergambar, sehingga anak dapat
membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana, sehingga pada pertemuan
kedua belas anak sudah tidak memerlukan
bantuan peneliti, anak sudah dapat membaca gambar yang memiliki kata/kalimat
sederhana sesuai dengan gambar yang ada dalam kartu bergambar. Namun untuk
memotivasi anak, peneliti tetap memberikan reward
kepada anak, yaitu anak diminta mengambil satu gambar yang memiliki kata
yang mereka sukai untuk dibawa pulang. Tujuannya agar anak dapat mengenal kata
bergambar yang telah diberikan peneliti kepadanya.
c.
Observasi
(Observing)
Pengamatan dilakukan
oleh observer bersama kolaborator dengan panduan instrumen minat membaca anak.
Hasil pengamatan dari siklus II yaitu: Pada pertemuan ketujuh, nampak anak
terlihat sangat antusias. Anak terlihat sudah mulai menyukai pembalajaran
membaca, Nampak anak sudah mulai mampu menghubungkan gambar/benda dengan
lambang huruf. Namun masih ada beberapa anak yang masih memerlukan bantuan
peneliti. Pada pertemuan kedelapan, keseriusan anak sudah mulai nampak, anak
terlihat bersemangat ketika peneliti menugaskan anak untuk mencari lambang huruf
yang disebutkan oleh peneliti. Terlihat anak sudah mampu mengenal beberapa lambang huruf, Pada
pertemuan kesembilan, nampak anak terlihat sangat bersemangat, anak sudah mampu
menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana dengan simbol yang melambangkannya,
sehingga pada pertemuan kesembilan ini sudah tidak ada lagi yang memerlukan
bantuan peneliti.
Pada pertemuan
kesepuluh dan kesebelas, anak sudah mulai bisa menyebutkan kata dari suku kata
awal yang sama, anak terlihat aktif dan antusias sekali ketika peneliti
memotivasi anak dengan menyebutkan suku kata awal lalu anak menyambungnya
menjadi kata dengan baik. Pada pertemuan kedua belas, anak sudah mulai terbiasa
bermain kartu kata bergambar, sehingga anak dapat membaca gambar yang memiliki kata/kalimat
sederhana, sehingga pada pertemuan kedua belas anak sudah tidak memerlukan bantuan peneliti, anak sudah dapat
membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana sesuai dengan gambar yang
ada dalam kartu bergambar.
d.
Refleksi
(Reflecting)
Bersama kolaborator
peneliti melakukan refleksi disetiap akhir pertemuan. Refleksi ini dilakukan
untuk mengetahui sejauh mana dampak dari kegiatan bermain kartu bergambar
berpengaruh terhadap minat membaca serta peningkatan minat membaca anak dalam
proses pembelajaran. Pada akhir siklus II peneliti bersama kolaborator
melakukan perhitungan terhadap hasil observasi minat membaca anak. Berdasarkan
data hasil tindakan dari pengamatan yang dilakukan terhadap 5 orang responden,
dapat diketahui bahwa minat membaca anak memperoleh hasil prosentase mencapai
82.91%. Seperti yang telah disepakati bersama oleh peneliti dengan kolaborator,
jika prosentase yang diperoleh kurang dari 75% yang telah ditetapkan,
penelitian tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya. Sehubungan pada akhir
siklus II diperoleh hasil 82.91%, maka peneliti bersama kolaborator
menghentikan penelitian. Berikut disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 8. Data Minat Membaca Anak
siklus II
No
Responden
|
Prosentase
|
1
|
84.02
%
|
2
|
81.25%
|
3
|
83.33%
|
4
|
80.55%
|
5
|
85.41%
|
Jumlah
|
414.56%
|
Rata-rata Kelas
|
82.91
%
|
Berdasarkan
perbandingan prosentase hasil penelitian minat membaca anak pada pra-penelitian
dengan data pada akhir siklus I dan akhir Siklus II, terjadi peningkatan minat
membaca anak sebesar 82.91% setelah diberi tindakan kegiatan bermain kartu
bergambar. Kenaikan ini sudah signifikan dari standar yang telah ditetapkan yaitu
sebesar 75%.Berdasarkan hasil penelitian yang didapat maka peneliti bersama
kolaborator memutuskan untuk menghentikan penelitian karena prosentase kenaikan
yang diharapkan pada akhir siklus II sudah tercapai.
E.
Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil
analisis data dengan melihat prosentase peningkatan minat membaca anak pada
siklus I sebesar 70.41%. hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I hasil
peningkatannya belum signifikan seperti yang diharapkan. Kemudian setelah
dilanjutkan pada siklus II sebesar 82.91%, maka hasil peningkatan minat membaca
anak mengalami peningkatan sesuai dengan yang diharapkan. Hasil tersebut
menunjukkan kesesuaian dengan hipotesis tindakan yaitu dengan menggunakan
prosentase minimum sebesar 75% maka hipotesis diterima. Dengan demikian
hipotesis tindakan yang menyatakan bahwa melalui kegiatan bermain kartu
bergambar dapat meningkatkan minat membaca anak usia 4-5 tahun, diterima.
Hasil
data kualitatif membuktikan bahwa pemberian kegiatan bermain kartu bergambar
dapat meningkatkan minat membaca anak usia 4-5 tahun. Melalui kegiatan bermain
kartu bergambar anak mampu mengembangkan dan meningkatkan minat membacanya,
anak memiliki keinginan untuk dapat menghubungkan gambar/benda dengan lambang
huruf, mengenal lambang huruf, menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana
dengan simbol yang melambangkannya, menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku
kata awal yang sama, menyebutkan kata-kata yang mempunyai suku kata akhir yang
sama, dan membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana.
Pada
prapenelitian diperoleh data hasil prosentase rata-rata yang rendah, minat
membaca anak belum berkembang secara optimal. Berdasarkan data tersebut
peneliti bersama kolaborator menyusun rancangan pembelajaran untuk melakukan
tindakan pada siklus I dengan pemberian tindakan sebanyak 2 kali pertemuan.
Pada pertemuan pertama sampai pada pertemuan ketiga, anak masih belum mampu
menghubungkan gambar/benda dengan lambang huruf, mengenal lambang huruf, anak
yang masih belum mampu menghubungkan dan
menyebutkan tulisan sederhana dengan symbol yang melambangkannya. Namun hal
tersebut dapat diatasi oleh peneliti dengan baik.
Pada
pertemuan keempat ketergantungan anak kepada peneliti sudah mulai berkurang,
anak sudah mulai bisa menyebutkan kata dari suku kata awal yang sama, sehingga
pada pertemuan keempat anak yang memerlukan bantuan peneliti sudah berkurang.
Pada pertemuan kelima dan keenam ketergantungan anak kepada peneliti sudah
semakin berkurang, anak sudah mulai terbiasa bermain kartu kata bergambar, dan
anak mulai dapat membaca gambar yang
memiliki kata/kalimat sederhana, sehingga pada pertemuan keenam anak yang
memerlukan bantuan peneliti sudah berkurang. Namun untuk memotivasi anak,
peneliti tetap memberikan reward,
yaitu anak diminta mengambil satu gambar yang memiliki kata yang mereka sukai
untuk dibawa pulang. Tujuannya agar anak dapat mengenal kata bergambar yang
telah diberikan peneliti kepadanya.
Pada
siklus I perolehan hasil prosentase belum sesuai dengan yang diharapkan, untuk
itu peneliti bersama kolaborator menyusun rancangan pembelajaran untuk
melakukan tindakan pada siklus II dengan pemberian tindakan sebanyak 2 kali
pertemuan dan mengadakan perbaikan-perbaikan khususnya media yang digunakan
lebih bervariasi. Pemberian tindakan pada siklus II diawali dengan pertemuan
ketujuh, sesuai hasil pengamatan nampak anak terlihat sangat antusias ketika
bermain kartu bergambar, anak terlihat sudah mulai menyukai pembalajaran
membaca, pada pertemuan kedelapan, keseriusan anak sudah mulai nampak, anak
terlihat bersemangat ketika peneliti menugaskan anak untuk mencari lambang
huruf yang disebutkan oleh peneliti.
Pada pertemuan
kesepuluh dan kesebelas, anak sudah mulai bisa menyebutkan kata dari suku kata
awal yang sama, anak terlihat aktif dan antusias sekali ketika peneliti
memotivasi anak dengan menyebutkan suku kata awal lalu anak menyambungnya
menjadi kata dengan baik. Pada pertemuan kedua belas, anak sudah mulai terbiasa
bermain kartu kata bergambar, sehingga anak dapat membaca gambar yang memiliki kata/kalimat
sederhana, dan anak sudah tidak memerlukan bantuan peneliti, anak sudah dapat
membaca gambar yang memiliki kata/kalimat sederhana sesuai dengan gambar yang
ada dalam kartu bergambar. Penerimaan terhadap pembelajaran membaca, kemauan anak
untuk mengikuti pembelajaran membaca dan selama kegiatan berlangsung, anak
menunjukkan sikap dan antusias, senang dan semangat terhadap kegiatan membaca.
Dengan demikian minat membaca anak mengalami peningkatan.
Hal
tersebut sesuai dengan prinsip pembelajaran membaca Torrey yang menyatakan
bahwa dalam kegiatan membaca, anak perlu diberikan rangsangan eksternal yang
akan menarik perhatian dan minat anak. Anak diberikan kebebasan untuk
melakukannya atas inisiatif mereka sendiri meskipun anak dalam situasi latihan,
upaya sistematis membuat anak aktif bukan pasif dalam penerimaannya, sehingga
kegiatan ini menjadi kegiatan yang menyenangkan. Jika anak memiliki rasa senang
membaca, akan lebih mudah untuk dibimbing dalam kegiatan membaca yang lebih
kompleks.
Permasalahan
yang timbul selama dilakukan tindakan yaitu masih ada beberapa anak yang kurang
konsentrasi untuk mengikuti kegiatan membaca, namun hal tersebut dapat
ditangani oleh peneliti dengan baik. Selain itu untuk memotivasi anak, peneliti
memberikan reward kepada anak agar
anak memiliki keinginan untuk mengikuti pembelajaran dengan baik dan penuh
konsentrasi terhadap tugas yang diberikan dalam proses pembalajaran.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
analisis data kuantitatif pada
pra-penelitian didapat prosentase sebesar 49.30%, sedangkan pada siklus I
didapat prosentase sebesar 70.41% dan siklus II peningkatan prosentase minat
membaca anak sebesar 82.91%. Sebagaimana disampaikan pada interpretasi hasil
analisis bahwa penelitian ini akan berhasil apabila prosentase yang diperoleh
mencapai 75%, penelitian ini dikatakan berhasil karena mengalami kenaikan
prosentasi melebihi batas minimal yang telah ditentukan peneliti dan
kolaborator. Berdasarkan data tersebut maka dapat dinyatakan bahwa penerapan
kegiatan bermain kartu bergambar dapat meningkatkan minat membaca anak usia 4-5
tahun, siswa tingkat A, TK Islam
Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu
pemberian tindakan atau penelitian dihentikan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pemberian tindakan berupa kegiatan bermain kartu bergambar dapat
meningkatkan minat membaca pada anak usia 4-5 tahun pada TK kelompok A.
Berdasarkan data
kualitatif terlihat adanya peningkatan minat membaca pada siswa melalui
tindakan kegiatan bermain kartu bergambar. Melalui tindakan kegiatan bermain
kartu bergambar, siswa diajak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Siswa
diberi kesempatan untuk bereksplorasi dengan kartu huruf bergambar, kartu suku
kata bergambar, kartu kata bergambar, serta kartu kalimat bergambar dan
berbagai macam buku cerita. Berdasarkan hasil observasi dan catatan lapangan
dapat dilihat bahwa kegiatan bermain kartu bergambar dapat meningkatkan minat
membaca siswa tingkat A, TK Islam
Al Kahfi Babakan Kabupaten Cirebon.
B. SARAN
Berdasarkan
kesimpulan dan implikasi yang telah dikemukakan maka peneliti mencoba
mengemukakan saran bahwa dalam
pelaksanaan penelitian hendak direncanakan sebaik-baiknya agar mendapatkan
hasil yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth
B. Hurlock, 2005. Perkembangan
Anak Jilid 2 Edisi Keenam, Terjemahan MeitasariTjandrasa .Jakarta: Erlangga
Surya
Hendra, 2007. Percaya Diri itu
Penting .
Jakarta: Gramedia
Dewa
Ketut Sukardi,2000.Psikologi
Populer Bimbingan Perkembangan Jiwa Anak Edisi Revisi .Jakarta: Galia
Indonesia
Syaiful
Bahri Djamarah, 2008. Psikologi
Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta
Neelkamal,
2004. Educational
Psychology. New Delhi: NeelkamalPublications PVT.
LTD. Educational Publishers
Slameto,
2003. Belajar dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhinya . Jakarta: Rineka Cipta
Atikah
S, 2011. Metode 5 Langkah Lancar Membaca. Jakarta:
Wahyumedia
Lester
D. Crow dan Alice Crow, 1990. Educational Psycology. New
York:American book Co
Ahmad
Susanto,2011. Perkembangan Anak Usia Dini
Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group
[1]Theo Riyanto dan Martin Handoko, Pendidikan Pada Anak Usia Dini (Jakarta:
Gramedia Widiasmara Indonesia, 2004), h. 16.
[2] Catatan Observasi Pra Penelitian
pada tanggal 20 Oktober 2011 di TK Islam Al Kahfi Babakan
Kabupaten Cirebon
[3] Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak Jilid 2 Edisi Keenam, Terjemahan
MeitasariTjandrasa (Jakarta: Erlangga, 2005) ,
h. 114.
[4] Surya Hendra, Percaya Diri itu Penting (Jakarta:
Gramedia, 2007), h. 42.
[5] Dewa Ketut Sukardi, Psikologi Populer Bimbingan Perkembangan
Jiwa Anak Edisi Revisi (Jakarta: Galia Indonesia, 2000), h. 104.
[6] A.M Sardiman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar (Jakaarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), h. 93.
[7] Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka
Cipta, 2008), h.166.
[8] Neelkamal, Educational Psychology (New Delhi: NeelkamalPublications PVT. LTD.
Educational Publishers, 2004), h. 171.
[9] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Rineka
Cipta, 2003), h. 58.
[10] Atikah S, Metode 5 Langkah Lancar Membaca (Jakarta: Wahyumedia, 2011), h. 3.
[11] Lester D. Crow dan Alice Crow, Educational Psycology (New York:American
book Co, 1990), h. 153.
[12] Ahmad Susanto,Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar dalam
Berbagai Aspeknya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 83
[14] Bromley, Language Arts: Exploring Connection (New York: Allyn and Bacon,
1992), h. 202.
[15] Lily Djokosetio Sidiarto, Perkembangan Otak dan Kesulitan Belajar Pada
Anak (Jakarta: UI-Press, 2007), h. 81.
[16] Tarcy Hurmali, SS, Seni dan Strategi Membaca Cepat Tanpa Lupa (Jakarta;
Niaga Swadaya, 2011), h. 3.
[17] Ahmad Susanto, op.cit., h. 84.
[18] Petty and Jensen, Developing Childrens Language (Boston:
Allyn and Bacon Inc 1999), h. 208.
[19]Zubair, Mengenal Dunia Bermain Anak (Yogyakarta: Banyu Media, 2008), h. 23.
[20] Ahmad Susanto, op.cit., h. 86.
[21] Wahyudi dan Damayanti, Program Pendidikan untuk Anak Usia Dini (Jakarta:
Grasindo, 2005), hh 50-53.
[22] Departemen Pendidikan Nasional, Permainan Membaca dan Menulis Di Taman
Kanak-kanak (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2000), h. 3.
[24] Martini Jamaris, Kesulitan Belajar.Perspektif, Assessmen dan
Penanggulangannya (Jakarta: Yayasan Penamas Murni, 2009), hh. 170-171
[25] Anggani Sudono dkk, Permainan Kreatif untuk Anak Usia Dini (Jakarta:
PT Penerbitan Sarana Bobo, 2007), h. 13.
[26] Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., hh. 14-15
[28] Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Jakarta:
Kemendiknas, 2009), hh. 38-41.
[29]Ibid.,
h. 17.
[30] Departeman Pendidikan Nasional, op.cit., h. 7.
[31] Ahmad Susanto,op.cit., h. 89.
[32] Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009, Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Jakarta:
Kemendiknas, 2009), h. 68.
[33]Ibid., h. 1.
[34] Anggani Sudono, Sumber Belajar dan Alat Permainan (
Jakarta: Grasindo, 2000), h.1.
[35]Ibid., h. 3.
[36] Shinta Rahmawati, Mencetak Anak Cerdas dan Kreatif (Jakarta:
Buku Kompas, 2001), h. 13.
[37] John W. Santrock, Live Span Development (Jakarta: Erlangga, 2002), hh. 228-229.
[38] Suryadi, Kiat Jitu dalam Mendidik Anak (Jakarta: EDSA Mahkota, 2006),
hh.16-17.
[39]
Mayke S. Tedjasaputra, Bermain, Mainan dan Permainan (Jakarta: PT
Grasindo, 2001), h. 24.
[40] Mayke S. Tedjasaputra, op.cit., hh. 39-49.
[41] Tadkiroatun Musfiroh, op.cit., h. 4.
[42] Yuliani Nurani Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:
Indeks, 2009), h. 146.
[43] Don Smedley, Teaching the Basic Skill, Spelling,
Punctuation and Grammar in Secondary English (London: Metheun co. Ltd,
1983), h. 59.
[44] Arief S. Sardiman, dkk, Media Pendidikan Pengertian, Pengembanagn
dan Pemanfaatannya (Jakarta: Grafindo Persada, 2003), h. 29.
[45] Nurbiana Dhieni, dkk, Metode Pengembangan Bahasa (Jakarta: UT,
2008), h. 11.17
[46] Arief S. Sardiman, dkk, op.cit., hh. 15-16
[47] Ahmad Susanto, op.cit., h. 108.
[48] Winda dkk, Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini
(Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 5.10.
[49] Depdiknas, Kurikulum dan Hasil Belajar Kompetensi Dasar Anak Usia Dini 4-6 Tahun (Jakarta:
Pusat Kurikulum Depdiknas, 2002), h. 10.
[50] Kunandar,Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi
Guru (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 143.
[51] M. Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi
Pengajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 149.
[52] Kunandar, op.cit., h.148.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar